Thursday, August 6, 2020

MELAMBAT, MERASAKAN HIDUP

Sudah hampir sebulan anak-anak kembali sekolah. Artinya, kami juga kembali ke rutinitas normal karena anak-anak mulai sekolah jam 7.30 lagi.


Pagi, artinya adalah kembali menyiapkan sarapan anak-anak dan Cip. Setiap malam, artinya adalah bertanya pada anak-anak, terutama Lila, "Besok pagi mau sarapan apa?".


Minggu lalu, Lila minta dibuatkan, "Nasi goreng bunda itu lho, yang pakai sosis sama telor". I made it. Dan karena sekolah di rumah, nasi goreng itupun ludes saat mereka istirahat pertama di jam 10.


Semalam, LIla minta dibuatkan pancakes. Easy now, sudah tak perlu bahan pancakes yang ready mix, thanks to her Uncle who gave me the recipe (yaah bisa cari di Cookpad, sama pasti, tapi gimanapun juga, something that was given by your own relative, always feels more meaningful, yes?).


So I made it this morning. Gue buat juga beberapa pancake cimik timik yang sekarang sedang viral ituuuhh. Iseng aja, sampai lalu merasa kok lama banget, dan bikin ukuran biasa. Hahaha... No pictures this time, sudah habis semua dan kamera handphone gue pagi ini nggak lapar.


Setiap pagi juga, karena Cip berangkat ke kantor relatif lebih siang (no matter how much I want him to just work from home, tapi ya gimana, di rumah, dia akan tergoda baca komik daripada kerja. Rumah, adalah 'sarang', katanya), kami berempat selalu punya waktu lebih lama buat duduk bersama di meja makan. Sarapan bareng, lebih tenang karena nggak ada yang buru-buru harus berangkat. Anak-anak akan cerita tentang hari mereka kemarin, dan apa yang akan mereka pelajari hari ini.


Sebuah rutinitas yang sebelum pandemi ini, sudah selalu kami lakukan. Bedanya: sekarang semua terjadi dengan lebih lambat.


Tidak ada ketergesaan. Yang ada adalah ritme yang menyenangkan, sampai di waktu masing-masing harus mulai melakukan aktifitasnya, dan gue mengucapkan, "Have fun learning girls!" pada anak-anak sebelum mereka ke meja belajarnya masing-masing. Dan, "Have fun at work" pada Cip yang siap-siap ke kantor (dan gue selalu melepasnya dengan segudang doa dalam situasi serba tidak pasti ini....may God protect him, and us).


Kadang kita lupa betapa rutinitas, adalah sesuatu yang juga membuat kita 'hidup'. Dan bahwa ketergesaan di tengah rutinitias kita, seringkali merampas sesuatu dari hidup. Entah itu kehangatan, kedekatan, atau sekedar waktu buat merasa, "I'm fine. I'm OK. I'm grounded".


Pandemi ini membuat kita melambat, tapi tidak selalu berarti buruk. Ketergesaan, juga tidak selalu berarti kita kehilangan sesuatu. I guess it all depends on how you balance those two out.


Jangan-jangan, pandemi ini sekarang hadir untuk mengingatkan betapa sering kita tenggelam dalam ketergesaan yang membuat kita lupa untuk betul-betul 'hidup'. Mungkin, perlambatan ini hadir supaya kita kembali pada 'rasa' dan kemampuan untuk merasakan semua hal yang mengayakan hidup. Memampukan kita 'merasa hidup' lagi.


Seperti kemarin saat salah satu teman mengirimkan foto ini, dan bilang bahwa melihat pemandangan ini, sambil memikirkan cashflow, rasanya kok ngelangut. Buat gue sebaliknya: pusing memikirkan cashflow, tapi masih bisa menikmati pemandangan dengan perlahan, dan meresapinya, adalah anugrah tersembunyi. Itulah, merasakan hidup dan semua di dalamnya. 





No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts