Monday, January 24, 2011

Popo, Cucu dan Air Bah

Di pedalaman Sumatera, di sebuah sungai di tengah hutan, tinggal seekor kura-kura air tawar bernama Popo. Popo mempunyai sahabat bernama Cucu, seekor anak ikan mas.

Popo dan Cucu sangat suka berenang-renang kesana kemari, dan berteman dengan banyak hewan air yang tinggal di sungai itu. Mereka suka menjelajah sampai ke dasar sungai, dan bermain-main di air sungai yang jernih. Jika tiba saat Popo harus keluar dan berjemur, Cucu biasanya akan berenang-renang sendirian bermain dengan teman-temannya yang lain.

Suatu hari, saat Cucu baru saja akan berpamitan pada orang tuanya untuk bermain dengan Popo, ia mendengar ayah dan bundanya yang sedang mengobrol. “Bunda, sadar tidak, kalau banyak sekali akhir-akhir ini ranting-ranting kayu yang hanyut di sungai ini”, kata ayah. “Iya, kadang-kadang ranting-ranting itu melukai teman-teman kita juga lho Yah. Dulu tidak pernah ya. Kalaupun ada ranting, ya ranting kecil dari pohon di pinggiran sungai ini saja”, jawab ibu. “Kata temanku yang dari hulu, ada sekelompok manusia menebang banyak sekali pohon disana. Mungkin itu yang membuat ada banyak ranting dan sisa-sisa pohon ini”. “Wah, kalau pohon ditebangi, bagaimana dengan nasib sungai ini nanti Yah?”. “Ah tak tahulah Bunda, semoga saja tidak akan ada apa-apa”.

Cucu lalu berenang mencari sahabatnya, dan menceritakan apa yang baru saja ia dengar.

“Po, memang kalau pohon ditebangi, apa yang bisa terjadi?”. “Wah Cu, mana aku tahu. Tapi kan sekarang sungai ini baik-baik saja, jadi sudahlah, jangan risaukan pikiranmu dengan obrolan orang tuamu”.

Lalu pergilah mereka bermain-main, dan Cucu melupakan obrolan orang tuanya.

Sekitar seminggu setelah itu, datanglah musim hujan. Cucu dan Popo senang sekali. Karena di musim hujan sungai menjadi semakin dalam, sehingga mereka semakin asik menyelam.

Tapi hujan bertambah deras. 3 hari 3 malam turun tanpa henti. Popo dan orang tuanya harus berlindung di bawah bebatuan di pinggiran sungai, dan tidak bisa bermain dengan Cucu. Cucu sendiri diharuskan orang tuanya untuk tinggal di sarang mereka, sebuah gua kecil yang terbentuk dari gundukan batu.

Di akhir hari ketiga, di tengah derasnya hujan, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Dan tanpa disangka, air beserta banyak sekali ranting dan sisa-sisa pohon, mengalir dengan derasnya, dan makin lama semakin besar tanpa bisa dibendung.

Air dan semua ranting serta sisa pepohonan itu, menerjang semua yang ada di hadapan mereka. Termasuk, sarang Popo dan keluarganya. Derasnya air bahkan membuat gundukan batu tempat Cucu dan orang tuanya berlindung, runtuh.

“Cucuuuu, selalu dekatlah dengan kami!” kata ayah dalam kepanikannya. Cucu sangat takut. Ia juga terpikir akan nasib Popo, sahabatnya. Sementara itu Popo dan orang tuanya juga berjuang menyelamatkan diri mereka dari terjangan ranting dan pepohonan.

Dalam air yang deras dan penuh ranting itu, Cucu merasa sangat kelelahan. Dan tiba-tiba ia tersadar bahwa orang tuanya tidak lagi terlihat. “Ayaaaahhhh……bundaaaaa……kalian dimanaaaa?!”. Tapi tidak ada jawaban. Cucu susah payah menghindari setiap ranting. Ia juga melihat teman-temannya berjuang menyelamatkan diri. Dan tiba-tiba ia melihat Popo, “Popoooo….aku disiniiiii!”.

Dua sahabat itu lalu berenang semampu mereka. “Cucu, ayo berenang di bawahku, kau akan terlindung dari ranting”. Dan berenanglah keduanya. Sampai akhirnya mereka tiba di air yang lebih tenang, dan mereka bisa menyelamatkan diri mereka ke pinggir.

Dalam kelelahannya, Popo bertanya, “Cu, mana orang tuamu?”. “Aku tidak tahu, tahu-tahu mereka sudah tidak ada di dekatku. Kau bagaimana?”. “Aku juga tidak tahu”. Dan mereka terdiam.

Setelah air tenang dan kedua sahabat pulih dari kelelahan mereka, Cucu berkata, “Mungkin ini yang dimaksud ayahku. Semua pohon yang ditebang itu jadi merusak sungai kita saat dihanyutkan oleh air dari atas. Tidak ada lagi yang menahan air, jadi semuanya masuk ke sungai, dan membuat melimpahnya air seperti tadi itu. Mengerikan ya Po. Dan sekarang kita tidak punya orang tua”. “Iya ya Cu. Kalau saja para manusia itu tahu apa yang telah mereka lakukan….”, lanjut Popo sedih.

“Ah sudahlah Po, daripada kita bersedih-sedih, yuk kita jelajahi saja tempat baru ini. Siapa tahu kita bisa bertemu teman-teman yang lain”, tukas Cucu. Dan pergilah mereka menjelajahi tempat itu.

Merekapun menemukan beberapa teman mereka yang juga terpisah dari orang tuanya. Walaupun mereka tidak bisa lagi bertemu dengan orang tua mereka, tapi Popo, Cucu, dan anak-anak ikan serta kura-kura lainnya, senang karena mereka tidak sendirian. Dan merekapun berharap, mereka tidak pernah lagi harus mengalami kejadian yang sama kelak. Mereka sama-sama berdoa, semoga manusia sadar bahwa perilaku merusak alam, telah membuat sengsara para binatang penghuni sungai.


(R I R I)

No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts