Tuesday, June 11, 2019

CITA-CITA

Semalam ngobrol sama si bungsu. Dari soal buku tabungannya, apa itu kartu ATM, dan tiba di pertanyaan tentang cita-cita.

Awalnya siiih dia cerita kalau dia ingin jadi 'crafter' - alias orang yang bisa bikin segala handicraft. Dia memang lumayan trampil dengan tangannya. Dan suka sekali bikin ini itu. Sampai kadang kamarnya persis dengan kamar pemulung karena suka sekali mengumpulkan macam-macam.

Lalu dia tiba-tiba tanya, "Bunda dulu cita-citanya apa?".

Gue jawab, "Jadi orang baik".
"Itu bukan cita-cita!", katanya sambil ketawa.
"Loh kata siapa itu bukan cita-cita. Emang menurut kamu cita-cita itu apa sih?".
Dia diam. Lalu sambil tertawa, "Nggak tahu tapi jadi orang baik bukan cita-cita. Cita-cita tuh jadi penari lah, penyanyi, atau guru. Gitu lhooo".
"OK. Dulu waktu aku seumur kamu, sampai aku SMA, aku pengen jadi dokter. Aku pengen nolongin anak-anak yang sakit kanker. Aku pengen bikin rumah sakit yang cuma buat anak-anak yang sakit kanker. Tapi terus aku nggak diterima di fakultas kedokteran. Terus aku juga denger kalo kuliah di kedokteran ternyata susaaaaahhh. Ya udah. Abis itu cita-citaku cuma pengen jadi orang baik aja".
Dia tertawa lebih keras lagi dari yang awal, "Aaah bunda ngacoooo".
"Lho iya itu beneran. Lagipula jadi orang baik itu kan nggak ada salahnya kan?. Daripada aku punya cita-cita jadi orang jahat, hayo?".

Lalu kami ketawa dan obrolan beralih ke yang lain.

Tadi pagi, duduk di belakang pengemudi Gojek dari Bonbin Ragunan menuju rumah, gue ingat lagi obrolan remeh temeh itu.

Iya. Cita-cita tuh apa sih?. Bagaimana kita sebaiknya membuat anak punya kerangka yang baik tentang apa cita-citanya?. Selama ini, kok ya betul juga Lila, bahwa cita-cita itu sering sekali 'cuma' digambarkan sebagai 'saya ingin jadi apa' dalam konteks yang lumayan sempit sebagai profesi dan kelak bisa menghidupi.

Apa iya itu saja, cukup?.

Yang gue tahu satu: cita-cita itu mengalir bersama dengan usia dan pengalaman hidup yang kita lalui. Yaaahh paling tidak itu yang gue alami.

Dan rasanya cita-cita itu juga bukan cuma soal pekerjaan yang kelak bisa menghidupi. Tapi juga: mau jadi orang seperti apa sih, kita?. Kalau mau lebih 'absurd' lagi: mau diingat sebagai orang seperti apa sih kita kalau kita nanti sudah meninggal?.

Dan itu bukan tentang bagaimana kita menjawab penilaian orang, tapi lebih tentang kita sendiri. Jauh di dalam diri ini, apa sih yang sebetulnya kita cari dan ingin wujudkan sehingga dengan itulah orang bisa mengingat kita kelak saat kita tiada?.

Dan rasanya, apapun yang kita tinggalkan, bukan sekedar kenangan bagaimana kita dalam menjalankan sebuah profesi. Bukan sebuah perusahaan. Bukan sebuah tim yang handal. Tapi nilai kemanusiaan apa yang bisa kita pancarkan dari diri, dan yang kelak itu pula yang tertinggal di benak mereka yang mengenal kita.

Jadi, rasanya kok gue benar: jadi orang baik, harusnya, memang sebuah cita-cita. Karena itu jauh lebih susah daripada jadi dokter.

Ah, gue mau ajak si bungsu debat lagi soal ini. Dan meyakinkan dia, apapun yang dia ingin lakukan kelak, pastikan dulu akar cita-citanya adalah itu: jadi orang baik. 
 
Karena kalau tidak begitu, jangan-jangan nanti demi mengejar yang 'mainstream' didefinisikan sebagai cita-cita itu, dia malah menginjak-injak mereka yang menghalangi dia mencapai cita-citanya. Dan itu, cuma akan bikin pencapaiannya sia-sia...sebagai manusia. 


No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts