Wednesday, March 11, 2015

Cicak-cicak di Dinding



Pasti semua tahu lagu ini. Mungkin juga banyak sekali orang tua yang mengajarkan lagu ini sebagai salah satu lagu pertama yang dikenalkan pada anaknya. 

Saya selalu yakin lagu maupun cerita akan membekas di benak dan hati anak. Secara teoritis, rasanya itu juga yang pernah saya pelajari waktu kuliah. Jadi begitu saya jadi Ibu, kedua hal itu yang sering saya gunakan untuk membentuk ikatan antara saya dan anak. 

Lagu ini juga yang pertama saya ajarkan pada Tara, selain beberapa yang lainnya. Tapi lagu ini salah satu favorit kami karena iramanya yang amat playful. 

Tidak pernah saya bayangkan, bahwa akan ada satu waktu dimana lagu ini (mungkin) jadi penyelamat hidup Tara, dan kami orang tuanya. 

--

Saya sudah tidak ingat bulan dan harinya, tapi saya ingat Tara waktu itu masih 1,5 tahun. Kami sedang sowan ke rumah Bapak dan Ibuk di Pudak Payung. 

Sore itu, Tara demam. Rewel. Menangis terus menerus tanda badannya tidak nyaman. Saya berusaha menenangkannya. Saya peluk dia. Tapi dia terus menerus menangis. Saya kompres dan dia tetap saja menangis. Sampai tiba-tiba, dia stuip. 

Saya tentu saja panik. Untungnya ada sepupu Cip yang juga seorang perawat di Rumah Sakit Ungaran yang sedang bertandang ke rumah Bapak waktu itu. Dia membantu mengompres ketiak dan leher Tara dengan alkohol demi menurunkan panasnya. Tapi stuipnya tidak kunjung berhenti. 

Akhirnya kami larikan Tara ke RS Ungaran. Masuk UGD. Saya tidak tahu apa yang membuat saya tetap bisa berjalan. Tara, yang saat itu sudah lemas di pelukan saya, diambil oleh perawat dan diletakkan di tempat tidur. Melihat dia yang pucat, dengan bola mata yang putih, saya hanya bisa menjerit, terkulai lemas sambil menangis di tepi tempat tidur. Saya tidak tahu siapa yang menarik saya pergi dari situ, sepertinya Bapak. Lalu saya cuma bisa menangis di pelukan Cip. 

Tak lama kemudian kami disarankan membawa Tara ke Rumah Sakit Telogorejo di pusat kota Semarang, karena RS Ungaran tidak memiliki peralatan yang cukup untuk menolong ataupun mendeteksi penyakit Tara, yang saat itu sudah tidak sadar diri. Selang infus terpasang di kakinya. 

Saya, Tara dan sepupu kami bersama suaminya berangkat dengan ambulans. Cip, mengikuti dari belakang. Menyetir seperti orang gila. Saya waktu itu cuma bisa memandang sesekali keluar jendela ambulans sambil berdoa Cip tidak kecelakaan di jalan menurun dari arah Ungaran ke Semarang. 

Di dalam ambulans, saya menguatkan diri untuk tidak menangis melihat Tara yang tidak berbaju (karena di rumah sakit dikompres seluruh tubuh), dan masih tidak sadar diri. Terkulai lemas. 

Lalu saya ingat sebuah teori tentang kondisi koma. Yang saya ingat sekali adalah bahwa orang yang sedang koma, harus tetap dirangsang otaknya dengan lagu maupun cerita-cerita yang bermakna buat dia. Saya tidak tahu apakah saat itu Tara sedang koma atau pingsan biasa, mana saya tahu bedanya. Tapi saya tahu bahwa yang saya ingat harus dilakukan pada orang koma, mungkin adalah satu-satunya cara supaya dia tetap terhubung dengan dunia, dengan saya. 

Dengan harapan itu, saya menunduk, saya dekati telinganya, dan mulailah saya bernyanyi. Semua lagu yang pernah kami nyanyikan bersama. Semua lagu yang dia sering nyanyikan. Semua yang pernah saya ajarkan. Termasuk, Cicak-cicak di Dinding. 

Cicak-cicak di dinding

Diam-diam merayap

Datang seekor nyamuk


Saat itulah saya kaget. Tara dengan lirih, “Hap....lalu ditangkap.... Bunda...dingiiin...dingiiiinn”, lalu dia mulai menangis. 

Saya peluk dia...dan saya paksa diri saya sekuat tenaga supaya tidak ikut menangis. Saya cuma bisa mengucap Alhamdulillah...dan sejuta pujian pada Yang Kuasa. 

Sampai kami di rumah sakit, Tara didorong masuk ke ruang UGD dan saya dilarang mengikuti, “Ibu tunggu saja disini, nanti takutnya ibu nggak tega lihat anaknya diinfus”. Saya mengangguk. Tara menangis melihat saya tidak mengikuti dia, “Nggak apa-apa sayang. Nanti sama bunda lagi ya”. Saya berdiri di luar pintu UGD, menunggu Cip memarkir mobil, dia berlari ke arah saya, kami berpelukan dan Cip menangis terguncang-guncang sementara saya yang gantian menenangkannya, “It’s OK. She’s gonna be alright”. 

Buat saya saat itu, literally, lagu itu menyelamatkan hidup Tara dan kami berdua. Melihat dia terkapar lemas, tak sadar diri, membuat nyawa ini serasa melayang jauh dari tubuh. Dan dia kembali saat Tara terbangun dan menangis. Tanda kehidupan.

--

Kenapa saya tiba-tiba ingin nulis cerita ini? – gara-gara berita ini:

Mungkin diam-diam balita ini punya kenangan tentang lagu ini. Mungkin ini lagu yang pertama diajarkan oleh ibunya. Mungkin lagu ini membuat dia melupakan sakitnya. Saya tidak tahu. Yang jelas, lagu itu menyambungkannya dengan dunia kanak-kanaknya di tengah penderitaan yang harus dia tanggung. 

--

Jadi jangan pernah meremehkan arti lagu buat anak. Siapa tahu, satu hari nanti, lagu itu akan jadi sesuatu yang menyelamatkan hidupnya – dalam arti harafiah maupun simbolis. 

(R I R I)

No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts