Wednesday, February 2, 2011

Semakin sering ditipu, (harusnya) kita semakin cerdas

Hanya ingin share saja, pengalaman yang sebetulnya sudah dua kali terjadi, dengan 'peran utama' yang berbeda, di keluarga saya.

Modus Operandi (MO) basilah: telpon ke rumah, bilang bahwa anak saya jatuh dari tangga sekolah dan dibawa ke rumah sakit oleh gurunya. Dia menyebutkan nama si guru (yang saya tahu sedang cuti melahirkan sampai bulan April), memberikan nomor telepon genggam si guru (yang saya tahu juga bukan nomernya), dan mengatakan Tara dibawa ke rumah sakit MMC (yang membuat saya juga sempat bertanya dalam hati kok ke MMC, kan sekolah punya kerjasama dengan Brawijaya yang notabene cuma 5 menit dari sekolah). Saya sudah 'sedikit' curiga. Tapi yang namanya dengar anak jatuh dari tangga (dan saya tahu anak saya punya kelemahan yang memungkinkan dia limbung saat naik turun tangga), sebagian darah dan denyut jantung saya sudah hilang entah kemana, jadi saya tetap telpon si 'ibu guru' tersebut.

Yang menjawab telepon, lebih tidak masuk akal lagi. Bersuara dibuat-buat. Saya kenal betul suara si ibu guru ini karena dia guru Tara sejak TK A dan kami sering berkomunikasi. Si ibu guru palsu ini kemudian bilang supaya saya bicara langsung pada seorang 'Dokter', yang bilang bahwa Tara harus dioperasi dan membutuhkan alat khusus yang hanya bisa didapat di perusahaan bla bla dengan nomor telpon sekian sekian. That was it for me untuk meyakinkan ini adalah penipuan. Seperti yang saya bilang: MO basiiiiiii bangeeeetttttt (bangsaaaat!...maaf...sebal soalnya).

Setelah menutup telpon dengan 'pak dokter', saya langsung telpon supir saya, yang sedang duduk manis di pintu sekolah seperti biasa. Dan menurut dia memang tidak ada kejadian apa-apa. Tak lama, ada telpon lain yang masuk lagi ke rumah, mengaku dari perusahaan tempat alat itu tadi. Dan itu cuma memberikan saya kesempatan untuk memaki-maki dirinya (maaf ya Dek yang di perut bunda, yang pasti bisa mendengar makian bunda...I just couldn't help it....).

Beberapa tahun lalu kejadian yang sama juga pernah menimpa ibu saya. Ceritanya persis sama, bedanya cuma peran utamanya saja: waktu itu dikabarkan saya dan suami saya kecelakaan dan sekarat. Untung masih ada orang yang menolong ibu saya yang saat itu sudah pergi ke bank, antri di depan teller, siap men-transfer dana yang diminta.


It's just amazing how these people keep trying to play tricks on your mind, then your money. Tapi sebetulnya yang lebih mengerikan adalah bagaimana di jaman dimana segala informasi mudah didapatkan, itu juga berarti kita semakin vulnerable.Dimana ruang publik semakin besar, disitu pulalah kita dituntut untuk lebih arif, lebih waspada, dan lebih berkepala dingin.

Dan sekarang ini penipuan dilakukan lewat beraneka ragam media. Dari telpon, sms, sampai email. Apa itu berarti kita juga harus membatasi diri dengan tidak menggunakan ruang publik?. Rasanya itu juga bukan jawaban. Tapi coba kalau diperhatikan, MO yang digunakan juga biasanya selalu sama, dari tahun ke tahun. Jadi, harusnya sih kita saja yang memperpintar diri, dan making sure bahwa kita punya banyak 'warning signs', sementara para penipu itu masih berkutat di MO yang persis sama.

Berkaitan dengan kejadian saya, pelajaran dari semua ini buat kita para orang tua adalah:

- Kenali kebiasaan sekolah pada saat-saat darurat. Coba teman-teman ingat-ingat dari sekarang, dulu saat mendaftar sekolah, nomor-nomor darurat siapa saja yang anda berikan pada pihak sekolah, dan apa prosedur yang akan dilakukan sekolah saat kejadian darurat. Tadi itu saya sudah membatin kok telpon ke rumah. Karena saya tahu pasti nomor darurat pertama yang saya berikan adalah nomor telepon genggam saya, lalu nomor telepon genggam ayahnya. Dan saya sudah pernah ditelepon sekolah waktu Tara kebetulan sakit di sekolah

- Kenali jaringan sekolah - terutama rumah sakit, klinik atau puskesmas terdekat. Karena logikanya, guru tidak mungkin membawa anak yang membutuhkan pertolongan dokter sesegera mungkin, ke tempat yang jauh dari sekolah (dari Prapanca ke MMC di Kuningan, di Jakarta yang macet ini?..gila kali loe...)

- Kenali siapa saja guru yang bertanggung jawab di kelas anak, dan keberadaan si guru

- Kalaupun anda malas berpartisipasi aktif di Parent Association (seperti saya...hehe), tetap kenali dan menjalin hubungan dekat dengan orang kunci di PA. Karena semua informasi yang berhubungan dengan sekolah, akan bisa anda dapat dari si orang tersebut

- Rasanya sekarang ini sangat perlu membuat semua anggota keluarga, termasuk para asisten rumah tangga, tahu siapa yang akan menghubungi siapa dalam setiap keadaan darurat. Kalau perlu, buat 'pengumuman' di ruang publik di dalam rumah, misalnya ditempel di kulkas. Supaya mereka juga tetap waspada dan tidak cepat panik

Terakhir sih rasanya tetap percaya sajalah pada perlindungan Allah Yang Maha Pengasih. Saat semua dalam kegelapan, rasanya cuma Dia yang bisa menerangi. Tidak ada gunanya juga parno - karena yang namanya kejahatan dan akal bulus manusia tidak akan ada habisnya sampai di akhir jaman. At the end of the day, it's us taking care of ourselves. And who takes care of us if not God....

Semoga berguna.


(R I R I)

No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts