Tuesday, July 14, 2009

Di Balik Kemenangan SBY – Cerita kecil tentang seorang pendukung SBY di Pamekasan

“Nanti ayo makan siang disini, saya bikin soto Madura buat merayakan kemenangan SBY”

Kami sedang berada di rumah Ibu Soraya, seorang pengrajin batik yang cukup tersohor di Pamekasan, Madura. Ajakan beliau ini sangat menggiurkan, karena tepat di saat perut kami sudah keroncongan setelah hampir dua jam memanjakan mata (dan menguras dompet), menikmati berbagai corak batik Pamekasan. Selama dua jam itu pula kami sudah berbincang-bincang panjang lebar dengan janda beranak satu, yang lima tahun lalu memutuskan cerai dari suaminya.






Alasan beliau membuat semacam syukuran untuk kemenangan SBY cukup mengilik rasa ingin tahu kami. Suami saya spontan berkomentar, “Iya ya Bu, kabarnya orang-orang Jawa Timur bangga ya SBY dan Boediono yang menang Pemilu, kan dua-duanya orang Jawa Timur”.

Ibu pengrajin batik yang sudah membatik sejak berusia 8 tahun, serta mulai berbisnis dengan serius sejak ia kuliah di IKIP Malang dan berhasil membiayai kuliahnya sampai selesai dengan hasil penjualan batiknya, lalu menggulirkan sebuah cerita menarik.

Beliau rupanya seorang ‘die hard’ SBY supporter. Ia sangat percaya dengan program-program presiden yang terpilih kembali ini. Apalagi yang berkaitan dengan rakyat kecil. Dalam melakukan bisnis batiknya, Ibu Soraya banyak bergaul dengan wong cilik di desa-desa tempat pengrajin-pengrajinnya tinggal. Dari sinilah ia melihat, program-program seperti BLT dan Askeskin sangat besar artinya bagi mereka. Dan ia sangat ingin semuanya tetap berjalan. Satu-satunya cara supaya itu terwujud, adalah jika SBY jadi presiden lagi.


Tapi rupanya, beberapa saat sebelum Pemilu, teman-temannya mengatakan padanya supaya menemui tim sukses JK dan Wiranto. Alasannya, “Kamu kan orang Arab, masa mau milih yang istrinya nggak pakai jilbab?”. Memang terlihat jelas jejak-jejak Arab di wajah ibu yang berkulit gelap ini. Belakangan baru saya mengetahui bahwa Ibu Soraya ini keturunan Yaman dan Cina. Kakeknya yang berasal dari Yaman suatu hari memutuskan untuk meninggalkan tanah Yaman untuk berdagang ke Indonesia. Dan ketika singgah di Cina, beliau menikahi seorang perempuan Cina untuk kemudian dibawa ke Indonesia dan menetap di Madura.

Ibu Soraya menolak mentah-mentah untuk mendukung JK dan Wiranto, dan dia utarakan ketidaksetujuannya dengan kata-kata yang bisa jadi membuat panas kuping orang-orang tertentu,
“Pelacur saja pakai jilbab, terus kenapa saya harus pilih yang berjilbab, belum tentu juga bersih kan?” (terus terang saya setuju sekali pada pendapat si ibu ini. Saya juga sangat ingin bilang, apa juga ya bu hubungannya ibu yang keturunan Arab, dengan harus pilih yang istrinya berjilbab).

Ibu Soraya sadar ia punya potensi untuk menjadi tim sukses SBY. Beliau mempunyai hubungan erat dengan puluhan pengrajin batik binaannya di 13 desa sekitar Pamekasan. Ini, menurutnya, adalah salah satu modal untuk bisa ikut menyukseskan Pemilu. Ibu Soraya lalu menemui tim sukses SBY – Boediono. Ia berani menjanjikan bahwa para pengrajinnya, dan juga tiap desa dimana para pengrajin tinggal, akan memilih SBY.


Caranya, katanya, mudah saja. Dia tinggal bilang pada para pengrajin, kalau desa mereka tidak memenangkan SBY, maka tidak akan ada lagi pesanan batik darinya. Wah, siapa yang tidak takut diancam begitu ya, apalagi di desa. Luar biasa juga si ibu ini, begitu batin saya sambil meneguk teh manis. Perut keroncongan terpaksa menunggu si soto Madura, sampai ibu Soraya menuntaskan ceritanya.

Lalu si ibu ini meminta 1500 kaos, 1500 baliho, dan 1500 stiker pada tim sukses SBY – Boediono. Tentunya para pengelola tim sukses berpikir dia akan memberikan ini kepada para pengrajin binaannya. Ternyata, ibu Soraya malah mengatakan rugi kalau semua diberikan hanya pada pengrajin yang kebanyakan adalah ibu-ibu dan sibuk menyelesaikan batiknya di rumah masing-masing. Lalu untuk apa dong kaos, baliho dan stiker sebanyak itu?.

Segera setelah ia mendapatkan barang-barang yang diminta, ibu Soraya memanggil sebanyak mungkin tukang becak di Pamekasan. Ia kumpulkan mereka di rumahnya. Lalu, kampanye informal dimulai. BLT, Raskin, Askeskin diusung sebagai tema utama.

Selesai beliau berkampanye, ia tegaskan bahwa para tukang becak harus memilih SBY. Tidak hanya mereka, tapi juga keluarga dan teman. Ini penting, agar di daerah mereka tinggal, SBY menang. Kalau tidak, segala bantuan yang sudah biasa mereka terima akan berhenti. Untuk membuktikan ancamannya, si ibu tidak lupa menelepon ketua tim sukses SBY. Fungsi speaker phone diaktifkan, supaya semua tukang becak bisa mendengar kata-kata ketua tim sukses, “Kalau tidak sampai hasil 50% di daerah sampeyan, ‘tak bilang ke pusat nanti biar bantuan Askeskin nggak sampai ke daerah sampeyan lagi”.

Tentunya tidak ada satupun dari si tukang becak ini yang ingin kehilangan itu. Berjanjilah mereka pada Ibu Soraya bahwa mereka, dan juga teman dan keluarga pasti memilih SBY. Setelah itu dibagikanlah kaos, baliho dan stiker – dan mereka harus berjanji pada ibu Soraya bahwa mereka akan menyebarkan baliho-baliho dan stiker-stiker itu. Dan tidak ada yang berani mangkir dari janjinya, karena si ibu ini hampir setiap hari mengecek apakah baliho dan stiker memang sudah tersebar. Dan mengingat Pamekasan dengan luas 792km2 bukan tempat yang besar, agaknya juga tidak sulit untuk mendeteksi kebenaran janji para tukang becak itu dengan meluangkan sedikit waktu berkeliling kota.

Pertemuan sekaligus kampanye non-formal ini ditutup ibu Soraya dengan berfoto dengan para tukang becak, dengan dua jari teracung atas perintahnya.

Kami tidak bertanya apakah setelah penyontrengan tanggal 8 Juli, ibu Soraya mengecek berapa persen perolehan suara untuk SBY di tiap desa pengrajinnya, atau desa-desa tempat para tukang becak tinggal. Tapi begitu tahu bahwa SBY memenangkan Pemilu kali ini dengan telak, si ibu merasa sudah sepantasnya ia mengadakan syukuran atas kemenangan itu. Dan ia senang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk mendukung kemenangan sang orang pilihan.

Saya tidak tahu berapa persen peran Ibu Soraya terhadap kemenangan SBY di Pamekasan. Yang jelas, saya bayangkan kalau di tiap kabupaten ada 10 orang Ibu Soraya, itu suatu kekuatan politik yang rasanya patut diperhitungkan. Apa yang diceritakan ibu Soraya ini persis seperti jaringan MLM, yang jika sudah terbentuk, bisa jadi jaringan yang sangat rapat dan kuat.

Dan sebagai pemilih perempuan, komitmen ibu Soraya pada pilihannya juga patut diperhitungkan. Apalagi mengingat bahwa ibu Soraya merasa selama pemerintahan SBY, bisnis yang ia jalankan makin berkembang. Dan sekarang dengan adanya jembatan Suramadu, omset bisnisnya yang dulu hanya sekitar Rp 1 – 3 juta sehari, sekarang bisa mencapai Rp 8 – 10 juta sehari. Sebagai single parent, yang akibat perceraiannya lima tahun yang lalu harus kehilangan sebagian besar hasil bisnis batiknya, tentunya pelonjakan angka yang demikian amat berarti.

Bayangkan kalau kemudian ia menularkan kepercayaannya pada pemerintah ini kepada pengrajin batik di 13 desa binaannya, dengan paling tidak 20 perempuan di tiap desa. Tentunya itu bisa jadi jejaring kekuatan perempuan yang luar biasa.

Ah yang jelas, saya sih tidak terlalu memikirkan politik waktu mendengarkan cerita Ibu ini. Saya menikmati ceritanya sebagai intermezzo dalam liburan kami. Saya menikmati semangatnya, mengagumi kesumringahan wajahnya bahkan pada saat ia menceritakan sekelumit kisah perceraiannya. Saya mengagumi karya-karyanya yang tertoreh di bermeter-meter kain panjang. Sambil berharap saya punya kekuatan karya dan keuletan beliau. Dan tentunya juga, saya sangat menikmati soto buatannya yang enak sekaligus unik.


Soto Madura buatan Ibu Soraya - belum pernah sebelumnya saya menemukan soto semacam ini


Kain-kain panjang batik Pamekasan yang terpajang di showroom Ibu Soraya di rumahnya - yang saya jamin tidak mudah ditemukan di tanah Jawa. Ibu Soraya yang mendisain semua batik untuk kemudian ditulis oleh para pengrajinnya, dan beliau pula yang mengontrol proses pewarnaan. Suatu bentuk ekspresi kecintaan beliau pada warisan budaya luhur negeri ini


Ketika akhirnya kami bisa menikmati soto buatan Ibu Soraya, sambil makan, dalam hati saya membatin. Moga-moga kepercayaan Ibu Soraya pada presiden yang terpilih kembali ini, tidak sia-sia. Semoga.

1 comment:

  1. Apa ndak salah nih yang aku baca, heheheheh, masak sih ibu soraya mendukung Sby-Budiono, kayaknya dia menyuruh pekerjanya milih Megawati-Prabowo, dia kan pendukung berat PDI, semua sudah tahu kok,wah, membelot nih.

    ReplyDelete

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts