Monday, January 6, 2020

Filipina - Miniatur Indonesia (bagian 1)


Saya bilang miniatur bukan dengan maksud mengecilkan makna negara tetangga kita ini. Tapi sebagai sesama negara kepulauan (selain juga Singapura) di ikatan persaudaraan ASEAN, Filipina punya banyak kemiripan dengan Indonesia. Dari bentang alam, kesulitan mencapai beberapa daerahnya, dan tentu saja, macetnya Manila dan pasar-pasar tumpah yang sama saja dengan Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia.

Tulisan ini sengaja saya buat menjadi dua bagian. As a tribute to that beautiful country and its people. Sekaligus jawaban saya buat banyak sekali teman yang bertanya, “Emang Filipina bagus?”, atau, “Ngapain ke sana?”.

Silakan anda menilai sendiri.


Planning the trip 

Saat kami merencanakan perjalanan kami kemarin, kami baru sadar beberapa hal:



1.       Ternyata tidak selalu tersedia koneksi langsung dari satu destinasi ke destinasi lainnya jika kita ingin memotong waktu dengan menggunakan pesawat. Atau, ada koneksi tetapi tidak setiap hari. Ini cukup membuat kami agak kewalahan akhirnya untuk memilih destinasi dan kemudian menentukan transportasi apa yang terbaik. Itupun, tetap saja ada hari dimana waktu habis hanya untuk melakukan perjalanan ke sebuah destinasi. Persis seperti yang selalu terjadi saat kami, atau saya, merencanakan perjalanan ke pulau-pulau di Indonesia.

2.       Untuk memesan tiket pesawat menuju Boracay, kita harus sudah mempunyai confirmed booking dari penginapan setempat. Ini karena Boracay membatasi jumlah pengunjung demi menjaga lingkungan. Anda mungkin masih ingat pulau ini pernah ditutup total selama 6 bulan untuk membersihkan lingkungannya. Dan sekarang mereka menjaganya, salah satu caranya dengan pembatasan jumlah pengunjung. Dan itu dimonitor melalui room occupancy di semua penginapan di pulau tersebut. Keren, menurut saya. Bikin pengunjung sedikit repot, tapi keren.

3.       Akhir tahun selalu menjadi saat dimana banyak orang melakukan perjalanan. Tapi yang kami baru ingat belakangan adalah, Filipina adalah salah satu negara ASEAN yang paling banyak mempunyai tenaga kerja yang bekerja di luar negerinya. Dan Desember, adalah saatnya mereka pulang kampung untuk bernatalan. Belum lagi pelancong dari negara lain seperti Jepang, Korea, Amerika, Rusia (yes!, banyak pelancong Rusia yang kami temui disana), Jerman, Belanda, yang ‘melarikan’ diri dari dinginnya negeri mereka (dan saya membatin kapan ya Indonesia bisa menjual dirinya sedemikian rupa sehingga bisa juga jadi pilihan pertama banyak orang ini jika ingin melancong ke Asia…). Akibatnya, sulit menemukan tempat menginap yang ideal misalnya di pinggir pantai, dan juga menemukan penerbangan.

Kombinasi ketiga hal di atas membuat kami sempat hampir menyerah dan mengganti Filipina dengan destinasi lain. Ya kesalahan kami yang cukup fatal sebetulnya adalah tidak mempertimbangkan faktor yang ketiga, lalu dikombinasi dengan tidak melakukan pencarian dan mem-booking semuanya di tengah tahun lalu atau bahkan sebelumnya. Kami baru melakukan semuanya di akhir bulan Oktober. Very very late already.

But, akhirnya kami bisa juga menyelesaikan perencanaan, and it went like this:

Jakarta – Manila. Pesawat. Stayed in Manila for 2 nights.

Manila – Boracay. Pesawat. Stayed in Boracay for 3 nights.

Boracay – El Nido. Pesawat baling-baling. Stayed in El Nido for 5 nights. Sebetulnya kami sudah merencanakan stayed di Boracay 4 malam, dan El Nido juga 4 malam. Tapi ternyata penerbangan dari Boracay ke El Nido sudah penuh di tanggal yang kami inginkan. Gara-gara harus sudah punya confirmed booking dulu sebelum bisa memesan tiket pesawat ke Boracay, dan sudah terbayar, kami tidak bisa lagi mengubah tanggal disana. Jadilah mau tidak mau kami punya satu hari tambahan di El Nido.

Tadinya kami berpikir untuk ke Coron untuk memperpendek hari di El Nido. Tapi kalau hanya untuk 1 – 2 hari, rasanya hanya buang-buang waktu dan uang saja, karena Coron, dari semua sumber yang kami baca, deserves at least four to five days in its own terutama jika saya ingin menyelam. Dan juga dari Coron ke destinasi berikut juga tidak sederhana alias akan makan waktu lagi hanya untuk melakukan perjalanannya. So we had to skip this one (dan bucket list sayapun semakin panjang….heeeehhhh…).

Dari El Nido, kami naik mobil ke Puerto Princesa selama 4,5 jam. Stayed disana 2 malam.

Dari Puerto Princesa kami naik pesawat via Cebu untuk ke pulau Panglao, Bohol. Dari Cebu, kami harus naik feri ke Tagbilaran lalu kemudian menyambung naik tricycle ke Panglao.

Kami terbang pulang ke Jakarta via Manila dari Panglao yang sudah 2 tahun ini memiliki bandara internasional.

Petanya kira-kira terlihat seperti ini (peta difoto dari Lonely Planet – Philippine).

Yang sudah saya garis merah itulah rute kami
What have we learned?


Ada beberapa catatan yang saya rasa perlu untuk me-manage expectations siapa tahu anda tertarik kesana:

1.       Be a greener traveller. Surprisingly, Filipina ini kelihatannya berusaha serius untuk mengelola dan mengurangi sampah. Kabarnya, Presiden Duterte yang keras itu memang sedang sekuat tenaga mengubah wajah negeri ini, salah satunya agar menjadi lebih bersih. Sedotan plastik bukan lagi sebuah hal yang lumrah di banyak tempat walaupun sana sini kami masih temui. Tapi lebih sering ketemu sedotan kertas. Dan di setiap destinasi, menemui tempat sampah untuk memilah sudah bukan barang aneh. Bahkan tersedia dalam bentuk yang lebih sederhana di rumah penduduk.

Tempat sampah ini sesederhana mendaur ulang jerigen bekas saja. Menarik juga idenya ya. Di sebuah rumah penduduk di Panglao, Bohol
Kantong plastik juga demikian. Diganti dengan kantong kertas. Tapi alangkah baiknya jika anda selalu bawa tas belanja. Karena kertaspun, ‘makan’ hutan. Let’s support Philippine to be greener, dan semoga terbawa juga kebiasaan yang sama ke negeri kita sendiri.

2.  Beradaptasi dengan air. Kalau anda sudah sering melakukan perjalanan dari pulau ke pulau maka mungkin anda sudah terbiasa menghadapi kualitas air yang beragam. Dari yang rasanya sedikit asin, sampai yang warnanya keruh. Jika anda ke El Nido, biasakan pula dengan air yang sedikit berbau. Dikelilingi pegunungan karst mungkin ada pengaruhnya terhadap air tanah mereka. Baunya, sejujurnya, mirip dengan air comberan. But we survived for 4 nights 5 days dengan air seperti itu setiap mandi, no issues. Mungkin ini juga terjadi karena penginapan kami letaknya pas di sebelah perbukitan karst itu. Kalau kami ke restoran di pinggir pantai dan menumpang ke toilet atau cuci tangan, kami memang tidak melihat airnya berbau dan kekuningan.

Tapi hati-hati dengan air minum. Mereka punya produksi air suling sendiri untuk diminum langsung – dikemas dalam kemasan jerigen warna biru yang mudah anda lihat dimanapun di El Nido. Kalau anda di restoran, air putih adalah bagian dari yang mereka sediakan. Mereka menyebutnya service water. Anda juga bisa minta air itu untuk isi ulang botol atau tumbler anda. Saya sih tidak jadi sakit minum air itu, tapi Cip dan anak kami yang pertama, mengalami diare yang kami duga akibat air tersebut. Jadi kalau anda termasuk yang punya perut sensitif, silakan tetap membeli air mineral kemasan.

3.       Food, wonderful food. Masakan Filipina memang tidak kaya bumbu seperti masakan Indonesia. At least tidak di semua daerah yang kami datangi, karena saya dengar ada daerah lain yang makanannya mirip dengan masakan Minang alias pedas dan bersantan. Still, cobalah, mungkin anda akan jatuh cinta dengan sinigang yang mirip dengan tom yum, atau sisig, atau gising gising. Versi sayur dan ayam selalu tersedia.

Dan anda harus coba garlic rice. Rasanya gurih seperti nasi uduk, minus rasa santan.

Jika anda mencari restoran halal, memang tidak mudah mendapatkannya. Tapi, sebagai pilihan lain, ada restoran India, Persia, Maroko. Makanan seperti shawarma, yang isinya selalu daging sapi atau kambing, sangat mudah ditemukan dimana-mana.

Oh dan jangan lupakan Halo Halo - es campur khas Filipina yang rasanya unik dan enak!.



4.        Toilet di Filipina beragam!. Anda tidak bisa selalu menemukan toilet yang punya penyemprot untuk bersih diri. Jadi, kemanapun anda pergi, siaplah dengan tisu basah. Atau, siapkan botol kosong yang bisa selalu anda isi saat anda ke toilet. Dan toilet umum juga tidak selalu gratis. Kadang anda harus membayar antara 10 - 20 Pesos.


5.  Taksi tidak akan anda temui di pulau-pulau itu. Yang ada hanya tricycle, atau setara dengan becak motor lah jika mereka tidak mendisainnya sedemikian rupa. Kendaraan ini, bisa memuat 4 orang lho!. Di kompartemen penumpang, bisa memuat dua duduk di kursi yang normal, satu di dashboard, lalu satu lagi duduk di belakang pengemudi.

Mereka bisa membawa anda ke tujuan dekat maupun jauh. Harga juga relatif sama antara satu pengemudi dan lainnya. Lonely Planet punya perkiraan harga atau anda juga bisa tinggal bertanya pada orang lokal biasanya berapa untuk pergi dari satu titik ke titik lainnya.

Dan mereka juga sudah sangat ahli memastikan koper-koper anda aman terikat di bagian belakang atau atas kendaraan ini. Tentunya kami harus menyewa dua tricycle untuk kami berempat setiap kali kami membawa serta empat koper kami. Dua koper dan dua penumpang di setiap tricycle.

Try it!. Sama seperti anda belum ke Yogya kalau belum naik andong atau becak, maka anda belum sah menjelajah Filipina jika anda belum mencoba naik tricycle.

Ini tricycle yang kami naiki dari pelabuhan rakyat di Caticlan setelah menyeberang dari Boracay, untuk menuju ke Boracay Airport
Tricycle di Panglao, terasa lebih kecil dibanding semua yang sudah kami naiki di Boracay maupun El Nido. Hanya disini rasanya kami hampir tidak pernah melihat tricycle yang dinaiki oleh empat orang


Jika anda enggan ya anda bisa menyewa mobil dengan supirnya, kecuali anda bisa menyetir di sebelah kiri. Atau, jika anda bisa naik motor, penyewaan motor juga mudah ditemui. Tapi hati-hati, di Filipina, aturan menyetirnya berbeda dengan Indonesia.

6.       Jika anda penyelam, apalagi jika anda sudah berkali-kali menyelam di perairan Indonesia terutama bagian timur yang selalu sukses menawan hati, my advise is this: skip El Nido, dive in Bohol or Coron instead. Coron sangat terkonsentrasi pada wreck diving – banyak bangkai kapal Jepang disana yang jadi tempat hidup banyak karang dan fauna.

Atau sekalian ke Tubbataha reef yang jadi salah satu UNESCO World Heritage dan kabarnya memang spektakuler sekali. By the way ini saya sekalian cari teman nih buat yang mau ke Tubbataha, anyone??. Karena yang asik adalah live aboard dari Coron terus ke Tubbataha.

Bahkan jika anda hanya bisa snorkelling, dan sudah terbiasa melakukannya di perairan Indonesia, maka siaplah untuk kecewa jika anda melakukannya di El Nido. Hehehe….Cip dan anak kami yang pertama hanya bisa geleng-geleng kepala tiap saya selesai diving dan bertanya, “Lihat yang asik?”.

Saya menyelam di El Nido saja karena sayangnya kami hanya sebentar di Bohol.

Kalau dicari di website PADI, di El Nido mereka menyarankan 5 dive sites: South Miniloc, North Rock, Entalula, Nat Nat dan Dilumacad Tunnel. Dan setelah membaca beberapa sumber lain, waktu kami berangkat, memang lima tempat ini plus 2 lainnya, yang ingin saya lihat.

My personal opinion, jika anda ingin atau hanya punya waktu diving di El Nido: skip South Miniloc. Diving di spot ini malah bikin saya sediiiiihh sekali melihat karang-karang mati. Dan akibatnya juga faunanya juga tidak banyak.

Entalula, walaupun tetap akan ketemu ‘bangkai’ karang, tapi masih lumayan cantik di beberapa tempat dengan banyaknya sea fans. Kalau anda beruntung, akan ketemu penyu, gurita.

Nat Nat is a muck diving spot, alias diving di dasar pasir untuk ngulik fauna yang kecil-kecil. Kalau anda penggemar makro, anda akan senang disini. Walaupun, saya tidak menemukan fauna ‘semeriah’ yang bisa saya temukan saat muck diving di Lembeh, misalnya. Still, ini masih lumayan menggembirakan.

Kuda laut, Nat Nat

Di Entalula masih bisa ditemukan banyak seafans semacam ini. Tapi kalau anda lihat ke sisi kanan, anda bisa lihat area karang yang mati. Still, adanya seafans masih bikin saya bisa berharap suatu hari nanti, keadaan di tempat ini akan membaik. Semoga saja.

Yellow fins, North Rock.

Saya sayangnya tidak bisa ke Dilumacad tunnel. Terowongan bawah laut sepanjang 35 meter di kedalaman 12 meter, yang harusnya sih pasti bisa jadi pengalaman seru karena saya belum pernah. Tapi jangan coba-coba kalau anda adalah penyelam pemula. Kami tidak bisa ke spot ini karena surging wave membuatnya terlalu berbahaya untuk diselami. Mungkin, akan jadi satu tempat yang cukup menggembirakan juga setelah berkali-kali saya sedih karena melihat bangkai-bangkai karang.

El Nido has a serious problem with its underwater life. Itu kesimpulan saya. Dari beberapa blog yang kemudian saya baca, masalah ini ternyata memang sudah ada sejak lama. Illegal and irresponsible fishing, the high surge of tourism in the past 2 – 3 years, climate change, dan secara umum juga ketidakpedulian terhadap lingkungan, berkontribusi terhadap kerusakan parah yang bisa dilihat di karang-karang di tempat ini.

BUT, don’t let that dishearten you. Above water, El Nido is an amazing place with its Bacuit archipelago. Lebih dari 100an pulau-pulau karst yang dengan mudah bisa diakses lewat island hopping tours. Lagoons di antara pulau-pulau (tapi anda harus siap kayaking karena kapal anda hanya akan berhenti di luar lagoon, dan ada orang-orang yang menyewakan kayak menuju ke lagoon. Atau anda juga bisa berenang menuju lagoon). Pantai-pantai yang indah. Dan laut biru bening yang mengundang.

Lio beach

Lio beach ini bersebelahan dengan Lio Airport, El Nido. Yang paling asik, menunggu sunset, menunggu ada pesawat yang mendarat atau tinggal landas. Klik!, there you go...one amazing picture. Eh menurut saya ya...hahaha...

Caalan beach, di hadapan kita, Cadlao island
 
7.       Manila Ninoy Aquino International Aiport (NAIA) - bersiaplah menghadapi kebosanan. Airport ini masih saja segaring saat dulu pertama kali saya kesana hampir 10 tahun yang lalu. Jadi, kalau anda terpaksa menunggu lama disini, pastikan anda membawa snack (karena mahal beibeh deeh…lebih parah dibanding harga di airport Soetta!), atau perut anda cukup kenyang sehingga tidak terpaksa harus beli makanan yang pilihannyapun sangat terbatas disitu.  Dan jangan sekali-sekali berpikir anda mau belanja souvenir last minute. Believe it or not, saya cuma menemukan 2 kios cimik timik yang menjual souvenir dengan jenis yang amat sangat terbatas di sepanjang international waiting room, dari gates 2 sampai 11. Jadi, kalau anda ingin bawa oleh-oleh dan menemukan tempat beli souvenir saat jalan-jalan, beli!.

Yang suka ngomel tentang bandara Soetta, shut up and try going to NAIA.

8.       Desember, adalah musim taifun. Jadi kalau anda ingin pergi di bulan ini, pastikan anda cek ramalan cuaca supaya tidak terkaget-kaget. Walaupun pemerintah Filipina, sebagai negara yang berkala mengalami taifun, pasti akan mengirimkan informasi via SMS ke nomor gawai anda, tapi tidak ada salahnya anda lakukan PR anda.

Saat kami di Boracay, ada satu hari di antaranya kami terpaksa hanya bisa diam di kamar karena taifun. Pengalaman yang menarik, karena kami tidak pernah sekalipun tahu seperti apa sih taifun. Tapi belum tentu menarik kalau anda lalu harus ketinggalan pesawat. Untungnya kami sudah mengetahui typhoon was coming, dan untungnya benar bahwa taifun hanya akan berlangsung sehari dan tidak di hari kami harus terbang ke El Nido.  


Sore sebelum taifun. Langit gelap tapi matahari masih cantik. Oh saya suka anjing, jadi sengaja saya foto dia.
Menjelang maghrib setelah taifun. Semuanya berantakan.
Banyak sekali tempat yang mengalami kerusakan parah, terutama karena serangan angin yang kedua yang terjadi setelah jam makan siang, yang memang terasa jauh lebih kuat dan lama dibanding yang pertama di pagi hari.
Ini jalan di depan penginapan kami
Esok harinya setelah taifun. Langit biru dan cerah, seperti tidak terjadi apa-apa
Tapi kami beruntung kami baik-baik saja, malah masih sempat berenang di pagi itu sebelum lalu kami harus terbirit-birit keluar dari Boracay mengejar pesawat dengan segala kehebohan sistem mati di Boracay Airport.

9.       Filipina secara umum adalah destinasi yang murah, mirip seperti Thailand. Dari segi harga, El Nido adalah satu-satunya destinasi dimana menurut kami harganya lebih mahal dibanding lainnya. Dari obrolan dengan orang lokal, kami dapat cerita inflasi di El Nido memang luar biasa terutama dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini. Kenaikan harga ini dipicu oleh peningkatan turisme yang gila-gilaan, dan kebanyakan adalah turis luar negeri. I guess it’s good for local income?.

But in general it is nice and economical to travel in the Philippines.



Saya sudahi dulu disini. Di bagian kedua saya akan cerita apa saja yang menarik didatangi, in all the destinations that we've been to.

Semoga bagian ini bukan malah jadi bikin anda malas ke Filipina. Menurut saya, kalau anda termasuk mereka yang takut atau malas menjelajahi Indonesia karena segala tantangan perjalanannya, maka anda bisa coba ke Filipina yang skalanya lebih kecil.









No comments:

Post a Comment

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts