Di hutan Tanah Tinggi, di sebelah utara Danau Hijau,
tinggallah Linglung dan Langit. Mereka adalah anak-anak burung hantu yang
tinggal di sebuah pohon beringin tua di hutan Tanah Tinggi.
Linglung senang sekali makan. Dan, dia punya kelemahan: dia
sering sekali kebingungan sendiri mencari sarangnya karena dia pelupa!. Karena itulah
ia dipanggil si Linglung oleh teman-temannya.
Sementara si Langit, suka sekali bertualang. Dia suka
sekali mengajak Linglung berjalan-jalan. Tapi adakalanya Linglung lebih suka
makan dibanding jalan-jalan bersama Langit.
Malam ini, Langit ingin sekali jalan-jalan ke
daerah lain di sekitar hutan Tanah Tinggi. Dia mengajak Linglung, “Lung, ke
arah barat yuk. Kita kan belum pernah kesana. Aku ingin tahu disana ada apa”.
“Malas ah. Aku masih lapar niiiih”. “Ah kamu”, tukas Langit,
“Lapar melulu. Makan kan bisa nanti”. “Ohohoho tidak bisaaaa sahabatkuuu, makan
itu pentiiiing”, kata Linglung sambil melihat ke bawah mengincar siapa tahu ada
tikus yang lewat.
Karena kesal, Langit akhirnya terbang sendiri. “Hei, mau
kemana kamu?”, teriak Linglung. “Jalan-jalan!”. “Hati-hati ya”, kata Linglung,
yang lalu menggumam sendiri, “Senang sekali sih dia jalan-jalan, lebih enak
juga makan”.
Linglung akhirnya menyantap 3 ekor tikus lagi. Kekenyangan,
dia bertengger di salah satu dahan pohon beringin tempatnya dan Langit tinggal.
“Hmmm....mana ya si Langit, kok lama sekali dia pergi”, gumamnya. Linglung lalu
terbang ke arah pohon yang paling tinggi di hutan. Dia bertengger di puncak
pohon, berusaha melihat ke kejauhan, siapa tahu dia melihat Langit. Tapi,
sejauh matanya memandang, dia tidak melihat sahabatnya itu. Dan dia mulai
khawatir.
“Kemana ya dia, biasanya dia kalau pergi sendirian tidak selama
ini”, pikir Linglung. Akhirnya, dia memutuskan untuk mencari sahabatnya itu.
Dia terbang kesana kemari. Tapi tak kunjung dia jumpai
sahabatnya. Sampai di Bukit Merah, tempat sekelompok serigala tinggal, dia
melihat ada seekor anak serigala sedang duduk di batu. “Hey, anak serigala,
apakah kamu melihat ada anak burung hantu lewat sini?”.
“Anak burung hantu?, tidak. Aku dari tadi duduk disini dan
tidak lihat siapa-siapa. Memang kenapa?”, tanya si anak serigala itu. “Aku mencari
sahabatku, Langit. Dia pergi tadi, dan dia belum juga pulang. Aku khawatir”,
ujar Linglung.
“Namamu siapa”, tanya si anak serigala. “Aku Linglung, kamu
siapa?”. “Aku Lolong. Aku bantu saja kamu mencari sahabatmu itu”. “Wah terima
kasih. Kebetulan, soalnya aku kadang bingung kalau terbang jauh dari rumahku,
aku suka tidak tahu jalan pulang”. “Ah pantas namamu Linglung. Ayo kita cari
temanmu”.
Mereka berduapun berjalan menyusuri hutan. Tak lama, mereka
mendengar suara ramai dan juga ada cahaya di hadapan mereka. “Apa itu ya”, ujar
Lolong. “Coba deh aku lihat dari dekat, aku bisa terbang mendekat tanpa mereka
mendengar aku”, kata Linglung. Ia lalu terbang mendekat ke salah satu pohon. Ia
lalu melihat ada rumah-rumah kecil (yang ia tidak tahu adalah rumah-rumah itu
disebut tenda), dan sekelompok manusia sedang berkumpul di tengah api unggun. Tapi
yang membuatnya sangat kaget, ada sebuah kotak berpintu (yang dia juga tidak
tahu itu disebut sangkar), dan ada Langit di dalam kotak itu!. Langit terlihat
ketakutan dan kebingungan.
Linglung terbang kembali ke tempat dimana Lolong menunggu,
dengan terengah-engah, ia berkata pada Lolong, “Aduh, itu sekelompok manusia. Mereka
sedang duduk mengelilingi api unggun. Dan, aku lihat, Langit terkurung dalam
sebuah kotak!. Aduuuuhh sahabatku, kenapa ia bisa tertangkap manusia”.
“Tenang dulu Linglung. Tenang. Ayo kita pikirkan bagaimana
kita bisa membebaskan Langit”, kata Lolong menenangkan Linglung yang sudah
nyaris menangis.\
“Ah aku punya akal. Begini. Aku akan melolong. Manusia biasanya
takut kalau mendengar lolongan serigala. Nah kamu gunakan keahlianmu terbang
tanpa bunyi itu, untuk menakut-nakuti mereka. Buat suara-suara di semak-semak,
dan di pohon-pohon di atas mereka. Nanti pasti lama-lama mereka akan ketakutan
dan mudah-mudahan mereka akan meninggalkan api unggun. Saat itulah kita
selamatkan Langit”, jelas Lolong.
“Ide cemerlang!, ayo kita coba!”, kata Linglung.
Mulailah Lolong melolong sepanjang napasnya. Lalu ia pindah
ke tempat yang lain dan mulai lagi melolong. Begitulah ia berpindah-pindah
tempat sambil terus melolong.
Sementara Linglung terbang ke semak-semak. Ia gerak-gerakkan
dedaunan. Ia petik buah-buah cemara dan ia lemparkan ke arah manusia-manusia
itu. Semua ia lakukan tanpa terlihat oleh para manusia.
Kelompok manusia itupun mulai terlihat panik. Mereka lari
kesana kemari, kebingungan. Anak-anak mulai menangis. Para orang dewasa
mengambil obor dan menerangi hutan, mencari sumber suara serigala. Tapi Lolong
sangat pandai bersembunyi sehingga tidak bisa dilihat oleh para manusia.
Lalu tiba-tiba Linglung melihat ada sebuah kain putih di
belakang salah satu tenda. Ia lalu menyelinap ke bawah kain itu, lalu
terbanglah ia di atas para manusia. Mereka langsung menjerit, “Hantuuuuuuuuuu!!!!!”.
Lalu semuanya berlari menjauh dari tenda, dari api unggun, dan, dari sangkar
berisi Langit.
Melihat para manusia itu lari, Linglung bergegas hinggap di
sebuah dahan dan melepaskan dirinya dari kain. Ia terbang ke sangkar, “Langit,
kamu tidak apa-apa?”. “Ya ampun itu kamu...tidak aku tidak apa-apa. Kamu bisa
buka pintu ini?”. Linglung berusaha sekuat tenaga, dan untunglah pintu sangkar
itu bisa terbuka dengan mudah. Langit pun keluar dari sangkar dan memeluk sahabatnya,
“Kamu tidak tahu betapa leganya aku melihat kamu. Tadi aku kira itu hantu
betulan!. Terima kasih ya Linglung, kamu telah menyelamatkan aku”, kata Langit.
“Aku tidak sendirian, aku dibantu teman baruku, nih
kenalkan, namanya Lolong, anak serigala dari Bukit Merah”. “Hai Langit, senang
bisa kenal denganmu”. “Wah terima kasih ya Lolong. Baru kenal saja kamu sudah
baik hati mau membantu sahabatku mencari aku. Terima kasih banyak”, kata
Langit.
“Dia ini lho tadi yang punya akal menakut-nakuti para
manusia itu. Kalau aku, sudah mau pingsan tadi melihat kamu dalam kotak
terkunci itu”, kata Linglung. “Kamu hebat sekali!, idemu luar biasa!”, kata
Langit. “Ah itu kan cuma ide biasa, aku hanya menggunakan yang aku tahu dari
ajaran orang tuaku tentang manusia”, kata Lolong tersipu-sipu karena dipuji
teman barunya. "Idemu jadi hantu juga super keren lho!", ujar Lolong kepada Linglung. "Hehehe....padahal, aku juga takut hantu lho", kata Linglung.
“Ayo kita pergi, sebelum para manusia itu kembali lagi
kesini”, kata Lolong.
Lalu merekapun dengan cepat pergi dari tempat itu. Dan sejak
malam itu, Linglung, Langit dan Lolong tidak terpisahkan. Mereka bermain dan
bertualang bersama. Dengan kedua sahabatnya, Linglung tidak lagi pernah malas menjelajahi hutan di sekitar mereka. Dan bersama, mereka akan menjalani banyak sekali petualangan-petualangan yang seru.
(R I R I)
(Cerita ini awal dari seri Lolong, Langit dan Linglung yang kami ceritakan pada anak-anak, mengarang bebas, setiap sebelum tidur. Mengalahkan segala keterbatasan imajinasi kami sebagai orang tua, setiap malam kami 'putar otak' membuat petualangan baru dari tiga sahabat. Dan berharap dari cekakak cekikik mendengarkan cerita karangan bebas yang sering ngawur ini, ada yang tertanam di benak dan hati mereka. Paling tidak, tentang kebersamaan dan kasih sayang...)
No comments:
Post a Comment