“Mendekatlah padaku. Biarkan aku menghiburmu”
“Pantaskah aku
mendekat padamu?. Kau begitu suci dan indah”
“Kenapa kau berkata begitu?”
“Kau lebih tahu kenapa. Apalah aku ini. Dengan nistaku.
Maksiatku. Amalku yang demikian miskin. Apa pantas aku mendekat padamu dengan
segala kotoran yang ada pada diriku?”
“Kau tahu. Bahkan saat kau ada pada jarak yang paling jauh dariku,
aku dekat denganmu. Bahkan saat kau dalam kenistaan, aku ada di dekatmu. Saat kau
pikir kau sendiri, aku bersamamu. Dan kau masih juga bertanya, apa pantas kau
mendekatiku?. Padahal, aku tidak pernah jauh darimu!”
“Tapi kenapa?. Kenapa kau melakukannya?. Buat apa kau tetap
dekat?. Pantas rasanya kau tinggalkan saja aku dengan segala kedangkalanku. Segala
durhakaku padamu. Durhakaku pada kenapa aku diciptakan. Kenapa kau tetap ada di
dekatku?”
“Masih juga kau bertanya?. Sadarkah kau kalau aku
menyayangimu?. Tahukah kau kalau aku tidak pernah mungkin meninggalkanmu bahkan
dengan segala kenistaan yang menurutmu membuatku pantas meninggalkanmu?. Sadarkah
kau bahwa aku tetap dekat, agar engkau bisa merasakan apa itu cinta yang
hakiki?. Cinta yang abadi dan akan selalu ada dalam hidupmu bahkan saat kau
merasa tidak membutuhkannya?. Cinta yang membuat hidupmu lebih berarti”
“Kau begitu agung. Buat apa kau mencintaiku seperti itu?. Aku cuma akan menodai keagunganmu!”
“Ya ampun. Kau memang keras kepala. Aku menjadi sesuatu yang
agung karena cinta kasihku. Pada semua yang bisa kucintai, semua yang bisa kurawat,
semua yang bisa kujaga”
“Bahkan saat cintamu tak berbalas?”
“Bahkan saat cintaku tak berbalas. Bahkan saat ada yang
berpaling dari kasih sayangku. Bahkan saat ada yang tak percaya pada ketulusan
cintaku. Aku akan tetap ada, dekat”
“Dimanakah kau, kalau kau bilang kau selalu dekat?”
“Di sanubarimu. Di relung hatimu yang terdalam. Saat kau
mendengar suara-suara lirih dari batinmu. Saat kau merasakan getaran-getaran
kesadaran. Saat kau merasakan kehangatan di hari-hari terdinginmu. Saat itulah
aku tiupkan kasih sayangku. Saat itulah aku peluk erat dirimu. Karena aku tidak
bisa meninggalkanmu sendiri”
Dan kau membuatku terdiam. Aku tahu rasa itu. Aku pernah merasakan itu. Kau bikin aku tersadar. Bahwa cinta, adalah
kau. Dan engkau, adalah cinta. Dan dengan cintamu, tak ada alasan buatku untuk
merasa sendiri dalam ketakutan-ketakutanku.
(dialog imajiner kalau saja saya bisa ketemu Tuhan….)
No comments:
Post a Comment