Pasti semua tahu lagu ini. Mungkin juga banyak sekali orang
tua yang mengajarkan lagu ini sebagai salah satu lagu pertama yang dikenalkan
pada anaknya.
Saya selalu yakin lagu maupun cerita akan membekas di benak
dan hati anak. Secara teoritis, rasanya itu juga yang pernah saya pelajari
waktu kuliah. Jadi begitu saya jadi Ibu, kedua hal itu yang sering saya gunakan
untuk membentuk ikatan antara saya dan anak.
Lagu ini juga yang pertama saya ajarkan pada Tara, selain
beberapa yang lainnya. Tapi lagu ini salah satu favorit kami karena iramanya
yang amat playful.
Tidak pernah saya bayangkan, bahwa akan ada satu waktu dimana
lagu ini (mungkin) jadi penyelamat hidup Tara, dan kami orang tuanya.
--
Saya sudah tidak ingat bulan dan harinya, tapi saya ingat
Tara waktu itu masih 1,5 tahun. Kami sedang sowan ke rumah Bapak dan Ibuk di
Pudak Payung.
Sore itu, Tara demam. Rewel. Menangis terus menerus tanda
badannya tidak nyaman. Saya berusaha menenangkannya. Saya peluk dia. Tapi dia
terus menerus menangis. Saya kompres dan dia tetap saja menangis. Sampai tiba-tiba,
dia stuip.
Saya tentu saja panik. Untungnya ada sepupu Cip yang juga
seorang perawat di Rumah Sakit Ungaran yang sedang bertandang ke rumah Bapak waktu itu. Dia membantu mengompres ketiak dan leher Tara
dengan alkohol demi menurunkan panasnya. Tapi stuipnya tidak kunjung berhenti.
Akhirnya kami larikan Tara ke RS Ungaran. Masuk UGD. Saya
tidak tahu apa yang membuat saya tetap bisa berjalan. Tara, yang saat itu sudah
lemas di pelukan saya, diambil oleh perawat dan diletakkan di tempat tidur.
Melihat dia yang pucat, dengan bola mata yang putih, saya hanya bisa menjerit,
terkulai lemas sambil menangis di tepi tempat tidur. Saya tidak tahu siapa yang
menarik saya pergi dari situ, sepertinya Bapak. Lalu saya cuma bisa menangis di
pelukan Cip.
Tak lama kemudian kami disarankan membawa Tara ke Rumah
Sakit Telogorejo di pusat kota Semarang, karena RS Ungaran tidak memiliki
peralatan yang cukup untuk menolong ataupun mendeteksi penyakit Tara, yang
saat itu sudah tidak sadar diri. Selang infus terpasang di kakinya.
Saya, Tara dan sepupu kami bersama suaminya berangkat dengan
ambulans. Cip, mengikuti dari belakang. Menyetir seperti orang gila. Saya waktu
itu cuma bisa memandang sesekali keluar jendela ambulans sambil berdoa Cip tidak
kecelakaan di jalan menurun dari arah Ungaran ke Semarang.
Di dalam ambulans, saya menguatkan diri untuk tidak menangis melihat Tara yang tidak berbaju (karena di rumah sakit dikompres
seluruh tubuh), dan masih tidak sadar diri. Terkulai lemas.
Lalu saya ingat sebuah teori tentang kondisi koma. Yang saya
ingat sekali adalah bahwa orang yang sedang koma, harus tetap dirangsang
otaknya dengan lagu maupun cerita-cerita yang bermakna buat dia. Saya tidak
tahu apakah saat itu Tara sedang koma atau pingsan biasa, mana saya tahu
bedanya. Tapi saya tahu bahwa yang saya ingat harus dilakukan pada orang koma, mungkin
adalah satu-satunya cara supaya dia tetap terhubung dengan dunia, dengan saya.
Dengan harapan itu, saya menunduk, saya dekati telinganya,
dan mulailah saya bernyanyi. Semua lagu yang pernah kami nyanyikan bersama. Semua
lagu yang dia sering nyanyikan. Semua yang pernah saya ajarkan. Termasuk,
Cicak-cicak di Dinding.
Cicak-cicak di dinding
Diam-diam merayap
Datang seekor nyamuk
Saat itulah saya kaget. Tara dengan lirih, “Hap....lalu ditangkap....
Bunda...dingiiin...dingiiiinn”, lalu dia mulai menangis.
Saya peluk dia...dan saya paksa diri saya sekuat tenaga
supaya tidak ikut menangis. Saya cuma bisa mengucap Alhamdulillah...dan sejuta pujian
pada Yang Kuasa.
Sampai kami di rumah sakit, Tara didorong masuk ke ruang UGD
dan saya dilarang mengikuti, “Ibu tunggu saja disini, nanti takutnya ibu nggak
tega lihat anaknya diinfus”. Saya mengangguk. Tara menangis melihat saya tidak
mengikuti dia, “Nggak apa-apa sayang. Nanti sama bunda lagi ya”. Saya berdiri
di luar pintu UGD, menunggu Cip memarkir mobil, dia berlari ke arah saya, kami
berpelukan dan Cip menangis terguncang-guncang sementara saya yang gantian
menenangkannya, “It’s OK. She’s gonna be alright”.
Buat saya saat itu, literally, lagu itu menyelamatkan hidup Tara
dan kami berdua. Melihat dia terkapar lemas, tak sadar diri, membuat nyawa ini
serasa melayang jauh dari tubuh. Dan dia kembali saat Tara terbangun dan
menangis. Tanda kehidupan.
--
Kenapa saya tiba-tiba ingin nulis cerita ini? – gara-gara
berita ini:
Mungkin diam-diam balita ini punya kenangan tentang lagu
ini. Mungkin ini lagu yang pertama diajarkan oleh ibunya. Mungkin lagu ini
membuat dia melupakan sakitnya. Saya tidak tahu. Yang jelas, lagu itu menyambungkannya
dengan dunia kanak-kanaknya di tengah penderitaan yang harus dia tanggung.
--
Jadi jangan pernah meremehkan arti lagu buat anak. Siapa tahu,
satu hari nanti, lagu itu akan jadi sesuatu yang menyelamatkan hidupnya – dalam
arti harafiah maupun simbolis.
(R I R I)
No comments:
Post a Comment