Setelah
di bagian 1 saya cerita tentang tantangannya pergi ke Filipina, bagian ini saya cuma ingin cerita tentang beberapa tempat yang kami kunjungi yang menurut saya sayang jika dilewatkan.
Manila’s jewel: Intramuros.
Buat saya, Manila is Intramuros. Despite
the fact that this city also has other modern parts yang juga menarik untuk
disambangi, tapi bagi saya adalah wajib hukumnya menyambangi Intramuros sebelum
ke tempat lainnya.
Seperti kota tua di Jakarta, Intramuros ini
juga punya kekhasan: bau kencing di sudut-sudut jalannya. Hahaha…itu pula yang
terekam di benak saya sejak hampir 10 tahun lalu pertama kali saya ke tempat
itu dan kontan jatuh cinta pada semua bangunan dan lorong-lorongnya. Iya,
bahkan dengan bau kencing itu.
Ya tentu bukan karena bau kencingnya saya
keukeuh kami harus kesana, tapi karena Fort Santiago yang merekam jejak Jose
Rizal, karena gereja San Agustin, karena Manila Cathedral, karena gedung-gedung
cantik di sekitarnya.
|
Gerbang menuju Fort Santiago |
|
Diorama Jose Rizal di kamar tempat dia ditahan sebelum kemudian ditembak mati |
|
Lukisan yang menggambarkan saat Jose Rizal ditembak mati. Kurasi cerita di bagian ini sangat bagus menurut kami. |
|
Salah satu kubah Katedral Manila |
|
Katedral Manila |
Kalau anda penyuka seni, maka dari Intramuros, jalan
kakilah sedikit menuju ke National Fine Arts Museum. Gedungnya juga cantik.
Tadinya, ini adalah gedung legislatif Filipina. Sekarang, disinilah disimpan
berbagai karya seni seniman-seniman Filipina.
|
Gedungnya sendiri cantik
|
|
Salah satu patung di bagian karya seni Filipina pasca perang. Saya suka dengan betapa ekspresifnya patung ini menggambarkan kemarahan dan kegetiran seorang ibu beranak 4 (di bawahnya ada 3 orang lagi anaknya yang memeluk pinggang dan kaki ibunya) di tengah pengungsian. |
Karya yang buat saya paling impresif adalah Filipino
Struggles through History karya Botong Fransisco yang ditempatkan di ruangan
yang tadinya adalah senate session hall. Mural raksasa ini dibuat oleh
Fransisco atas permintaan pemerintah daerah Manila tahun 1964, menceritakan
perjalanan sejarah bangsa Filipina dari masa ke masa.
|
For us, this was breathtaking. Yang disimpan di musium ini hanya 7 dari 10 panel |
Boracay – just enjoy the beach, and do not ever miss the
sunset!.
Boracay punya pasir putih seperti bedak,
yang mengingatkan saya pada pantai Ngurbloat di pulau Kei Kecil. Bedanya,
Boracay punya panjang pantai 4km, Ngurbloat ‘hanya’ 3 km. Boracay juga dikenal
sebagai pantai berpasir putih terpanjang di Asia (entah siapa yang menghitung.
Dan biasa, hitung-hitungan seperti ini bikin saya suka penasaran: masa sih di
Indonesia ndak ada yang lebih panjang).
Saya dan Cip menjalaninya dari ujung ke
ujung dan yang membuat kami kagum adalah betapa konsistennya orang-orang di
sekitar tempat ini menjaga kebersihan. Unlike Ngurbloat, yang saat 3 tahun lalu
kami kesana kami bisa temukan entah kantong plastik atau botol disana sini, di
pantai Boracay ini we found only sand and our footsteps.
Seandainya kita bisa mencontoh mereka,
bayangkan seperti apa keindahan pantai-pantai Indonesia akan tetap terjaga. True
bahwa Boracay had their fair share of environmental damage. Penutupan pulau ini
selama 6 bulan, mungkin membuat masyarakat jadi kapok sekaligus sadar betapa
pentingnya menjaga lingkungan.
Kita, harus begitu juga, mungkin, di beberapa
kawasan pantai. Kapan ya pemerintah berani melakukan langkah drastis begitu
(bertanya pada rumput yang bergoyang).
El Nido – island hopping, swimming in the azure blue sea, lazing
around in its beautiful beaches, and enjoying the karst.
Di tulisan bagian 1, saya sudah sedikit
membahas diving. Not really recommended to do this in El Nido, if you ask me,
very honestly. Sorry, El Nido. Atau memang karena saya sudah terlalu sering
terpapar keindahan laut Indonesia Timur jadi saya merasa tempat ini tidak ada
apa-apanya?. Hahaha….tak tahulah.
Tapi sebagai salah satu kabupaten di
Palawan, propinsi terbesar di Filipina, El Nido ini punya pusat kota yang
hidup, berenergi muda, dan amat sangat internasional. Di sepanjang jalannya,
dengan mudah kita akan menemukan restoran Yunani, Itali, Jepang, Thailand,
India, bahkan, Arab. Indonesia malah tidak ada (gimana siiiih….saya berharap
ada orang Minang yang cukup avonturir buka restoran disana. Atau tiba-tiba ada
warung ayam penyet).
Kalau anda ingin berenang di pantai, maka
pilihannya adalah pergi ke pantai lain. Menginap sih menurut saya tetap paling
pas di pusat kota El Nido karena mudah akses kemana-mana. Sayangnya, pantai yang berada
tepat di kota kabupaten El Nido ini, justru tidak bisa direnangi karena adanya
bakteri E-coli. Nah ini juga fakta yang harus anda catat tentang El Nido.
Polusi air di pantainya rupanya lumayan parah. Anda aman untuk berenang di
pulau-pulau, tapi tidak di pantai ini.
|
Papan pengumuman ini ada tepat di pantai di depan salah satu hotel di kota El Nido |
|
Salah satu jalan di kota di pagi hari |
|
Kalau anda rajin, anda bisa jalan kaki dari ujung pantai di kota El Nido, sampai pantai ini, Caalan beach, yang berhadapan dengan Cadlao island. We did that in one morning, dan jaraknya hanya sekitar 3 - 4km dari ujung ke ujung |
Pantai yang bisa jadi pilihan anda buat leyeh-leyeh
dan berenang disana ada Maremegmeg (yang ternyata adalah nama sebuah pohon yang
katanya umurnya sudah 100 tahun…God knows), Nacpan yang ombaknya cukup keras
tapi masih aman dengan sunsetnya yang cantik, atau Lio – dimana anda juga bisa
menunggu sunset dan pesawat lewat untuk difoto bersama sunset.
|
Marimegmeg tuh pohon ini ternyata.. hahaha....ada-ada aja kaannn.. |
|
Pantainya landai, ombaknya tenang, pemandangannya juga ciamik (gunung dan laut, ya....fokus... Oh bukan, itu bukan saya tentunya...) |
|
Sunset dan ombak di Nacpan. Seru banget main ombak disini. Tapi memang anda harus sedikit hati-hati karena terkadang ada tarikan ombak yang lumayan kuat ke tengah. Kalau ada bersama anak yang masih kecil, pastikan jangan terlalu ke tengah saja |
|
Pantai Lio. Di tempat inilah banyak resorts berada. Kalau mau berangkat ke resorts lain yang ada di 4 atau 5 pulau lainnya yang berhubungan dengan pengelola Lio Resorts, berangkatnya dari dermaga ini juga langsung dijemput dari bandara yang terletak pas di sebelahnya |
|
Sunset at Lio beach |
|
Puerto Princesa – see the stars on the trees and in the sky,
and play with your imagination in the amazing underground river.
Kota ini adalah ibukota propinsi Palawan –
the last part of Palawan that we visited. ‘Feel’ kotanya buat saya terasa
seperti Tegal, bahkan saat kami naik tricycle untuk melihat-lihat Baywalk, lalu
ke Plaza Cuartel untuk tahu betapa kejamnya Jepang terhadap tawanan perang, dan
ke beberapa tempat lainnya, kami melewati pasar yang rasanya persis seperti
sedang lewat salah satu bagian Tegal yang selalu macet saat lebaran.
Yang ‘must-do’ disini adalah fireflies
watching di salah sudut hutan bakau. Banyak tur yang bisa anda kontak di kota
ini, dan anda bisa memilih mau private atau kelompok. Setiap tur sudah termasuk
makan malam.
Karena sudah gelap gulita dan kamera saya
tidak canggih, saya tidak bisa foto-foto. Tapi ‘rasa’ yang ditinggalkan
(halaahhh….), sulit hilang dari benak. Malam yang gelap, kunang-kunang di sekitar
pepohonan bakau, dan langit penuh gemintang, membuat saya jadi teringat
perjalanan kami menyusuri dan menginap di sepanjang sungai Sekonyer di Kalimantan
Tengah.
Kalau anda melewatkan malam bersama
kunang-kunang ini di Puerto Princesa, anda masih bisa melakukannya di Bohol.
Bedanya, di Bohol ini dilakukan di sungai Loboc. Kami tidak melakukan ini lagi.
Tapi yang betul-betul anda tidak boleh
lewatkan di Puerto Princesa adalah ke Underground River.
Taman Nasional Sungai Bawah Tanah Puerto
Princesa adalah sebuah area dilindungi yang terletak 80 kilometer di sebelah
utara Kota Puerto Princesa, Palawan, Filipina (saya kutip dari Wikipedia).
Tepatnya di Sabang nama daerahnya.
Sungai bawah tanah ini sudah menjadi UNESCO
World Heritage di tahun 1999, dan menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia
yang baru di tahun 2012. Sungai ini panjangnya sebetulnya 8,2 km, tapi yang
bisa dijelajahi turis hanya sepanjang 1,5km. Selebihnya, karena kondisi yang
khusus, harus ada ijin khusus dan biasanya hanya diperbolehkan untuk peneliti.
Anda akan diberikan audio guide yang akan
diaktifkan begitu anda mulai duduk di perahu yang dikayuh oleh pemandu. Hanya
pemandu yang memakai senter di kepala untuk menerangi jalan dan juga bagian-bagian
batu di dalam terowongan panjang itu sesuai dengan cerita yang anda dengar di
audio guide (bayangkan bagaimana dedikasi pengelola tempat ini melatih para
pemandu!). Di beberapa tempat, langit-langit gua bisa mencapai 60 meter. Jadi
bayangkan anda menyusuri sungai itu, di dalam terowongan gelap raksasa yang
sekian milyar tahun terbentuk di dalam pegunungan karst. It was an amazing
experience. God is great, truly.
|
Sabang. Dari pantai inilah kami naik kapal ke tempat dimana sungai bawah tanah berada, di kawasan Taman Nasional |
|
Menuju pantai taman nasional |
|
Dari pantai ini, masih harus berjalan sedikit menuju ke muara di dalam |
|
Pintu gua |
|
Bayangkan: sungai sepanjang 8km, gelap gulita. Tempat ini kaya dengan kehidupan bahkan dengan tidak adanya sinar matahari. Penelitian belum selesai menelusuri seluruh sungai ini. Baru 4,5km yang sudah diidentifikasi bisa dinavigasi. Selebihnya, masih misteri. |
Bohol – Chocolate Hills, Loboc river, and
bits and pieces of history.
Chocolate Hills – yang mirip seperti tempat
tinggal Teletubbies. Ini adalah destinasi utama di Bohol. Kenapa namanya bukit
coklat? – karena pada musim kering, bukit-bukit ini menjadi coklat karena
kering. Saya kok jadi membayangkan bukit-bukit di Sumba, ya.
Menyusuri sungai Loboc yang cantik berkelok sambil
menikmati makan siang, kegiatan wajib lainnya di Bohol. Sungai ini bersih dan
bening. Kelokan-kelokannya memang indah, walaupun, saya yakin kalau buat orang
Indonesia yang sering menyusuri sungai yang bersih dan cantik, sungai ini
mungkin jadi biasa saja. Tapi saya ragu ada banyak orang Indonesia yang pernah
mengalami menyusuri sungai yang panjang berkelok tanpa sampah seperti sungai Loboc
ini. Apalagi orang Jakarta. Ehem.
Di Bohol, ada sebuah gereja Katolik Roma
kuno, namanya gereja Bacalyon. Yang unik dari gereja ini adalah, ini adalah
salah satu gereja tertua di Asia yang bangunannya dibuat dari batu karang.
Bentuknya spartan dari luar, tapi di dalamnya, kemegahan khas gereja Katolik
amat sangat terasa dengan langit-langit yang dipenuhi dengan mural.
Gereja ini sempat rusak karena gempa di tahun
2013, dan harus direnovasi besar-besaran. Renovasi selesai tahun 2017 – dan
terlihat sekali di mural di langit-langit yang terlihat baru dan ‘kinclong’.
|
Mereka masih punya orgel yang sayangnya sudah tidak bisa dioperasikan. Dan sayangnya bagian atas ini ditutup karena berbahaya karena lapuk |
Anda bisa menyudahi petualangan anda di
Bohol dengan nongkrong di Alona beach di Panglao, untuk makan atau menunggu
sunset. Pantai ini seperti versi kecilnya Boracay – dengan pasir putih dan laut
yang tenang dan cantik. Jauh lebih pendek daripada Boracay, hanya 800 meter
dengan hotel, restoran, dan dive center di sepanjang pantai. Terasa jauh lebih
bohemian dan kalem dibandingkan Boracay yang lebih ramai dan hiruk pikuk.
Sebetulnya di Bohol ini anda juga bisa island
hopping, snorkelling dan diving. Jika anda punya cukup waktu, mungkin bisa
dicoba. Saya tidak tahu seberapa berbedanya island hopping di Bohol dibanding
di El Nido. But you’ll never know if you never try.
|
Ada pasukan pembersih di pantai ini. Tapi masih tetap ada sampah di sana sini walaupun tidak sejorok beberapa pantai publik di Indonesia |
--
Begitulah
cuilan-cuilan Filipina. Beberapa highlight yang membuat saya tergoda
menamakannya miniatur Indonesia karena banyak kemiripan yang saya rasakan dan
temui.
And
it really is more fun in the Philippines (tagline pariwisata mereka). Yaaa
banyak benarnya karena buat saya more fun-nya ada di betapa mereka berusaha
keras untuk menjaga kebersihan. Dan dalam banyak hal, infrastruktur pariwisata
mereka lebih terbangun jadi walaupun ada tantangan untuk mencapai beberapa
destinasi, tapi lebih ada kejelasan informasi dan transportasi dengan aturan yang
lumayan lebih jelas.
Tapi
saya tetap akan bilang kalau untuk diving, come on guys, Indonesia is still the
best so far in my point of view. Oh well…mungkin pandangan saya akan berubah
jika satu hari nanti saya bisa menyelam di Tubbataha Reef. Sekarang, begitu
pendapat saya.
Salamat,
Philippine!.