Yang butuh libur adalah yang pulang liburan.
Not sure how many times I’ve heard of that line. Dan entah
berapa kali pula saya pernah menuliskannya di dinding media sosial saya.
Kenyataannya memang itu benar. Karena kadang perjalanan itu
menyisakan kelelahan fisik, walaupun hati senang, jadi butuh istirahat lagi. Atau,
perjalanan itu menyisakan kenangan yang terlalu indah untuk ditinggal di
belakang, sehingga ingin balik lagi. Atau, ada alasan melarikan diri saat
melakukan perjalanan, apapun yang dicoba untuk dijauhi, sehingga kembali ke
kenyataan cuma bikin hati nelangsa, dan merasa butuh libur lagi.
Apapun alasannya, so many times that’s so true.
Saya baru saja kembali dari liburan kurang dari 2 minggu
yang lalu. And the next thing I knew, I am planning the next holiday.
Bukan karena saya kelelahan dengan liburan akhir tahun
kemarin, tapi saya merasa bahwa ada sesuatu yang belum kunjung saya selesaikan
dengan diri sendiri. Dan saya butuh sejenak waktu buat sendiri dan berpikir
ulang. Apaan sih?.
Gini.
Sebetulnya kegelisahan yang tidak kunjung selesai sejak 2
tahun lalu. I’ve been ‘diving’ in marketing research for the past 20 plus years.
Dan sejalan dengan bergulirnya waktu, lama-lama saya merasa makin sulit to stay
relevant.
To stay relevant dengan ilmu yang ada. To stay relevant to
my client’s needs. To stay relevant to my team. Banyaklah.
Saya sering merasa the more I do, the less I know. Malah merasa makin bodoh lah. Dan ujungnya,
saya sering merasa perlu buat belajar lagi. Tapi juga bingung – belajar apa ya?.
Akhirnya memang saya belajar lagi. Belajar Zumba dengan pelatih
senam saya. Belajar piano lagi sejak beberapa bulan yang lalu. Belajar untuk
menyelami puisi-puisi Rumi – sesuatu yang sudah sejak dulu saya ingin lakukan. Saya
juga sedang berpikir ingin mencoba terjun payung – just for the sake of knowing
apakah saya akan pingsan di udara atau tidak, karena aslinya saya takut
setengah mati pada ketinggian.
Lha apa hubungannya dengan pekerjaan saya ya?. Tidak ada,
memang.
Mungkin saya sedang ingin melarikan diri saja dari kejemuan
dan kejenuhan dengan diri saya sendiri yang sudah sekian lama melakukan
pekerjaan yang sama. I still like doing it, I still love some parts of it. Tapi
harus saya akui bahwa saya bosan melakukannya dengan pola pikir yang menurut
saya jalan di tempat. But at the same time, I don’t know how to change and
where to start to change it.
Tadi siang, demi tidak diajak ngobrol oleh supir taksi
online di tengah kemacetan dan hujan yang bikin murung, saya iseng browsing
dengan kata kunci try and learn. Dan ketemu ini.
Don’t ask me siapa Thomas H. Huxley itu. Saya nyomot ini
dari Google bukan karena siapa yang nulis tapi karena kata-katanya.
Tulisan ini bikin saya tersentak. Have I really learned
everything about something?. Kalau mau dikaitkan dengan pekerjaan saya – have I
really learned everything about marketing research?. Dan saya tidak tahu
jawabnya. Rasanya sih, belum.
Lalu pertanyaan lain menggelitik di hati saya: do you want
to learn everything about it?, will you spend time to do it?.
Nah ini dia yang bikin saya jadi nyengir sendiri – should I?,
adalah pertanyaan lain yang spontan muncul di kepala.
Aaahhh I don’t know. I guess this may just be another crisis
– krisis jelita. Atau memang saya sedang ingin melepaskan diri dari kestabilan
dan menantang diri saya dengan malah melakukan hal-hal yang tidak ada
hubungannya dengan keseharian saya.
Whatever it is, I think what Mr. Huxley has written benar
adanya. Itu harus dibalik menjadi pertanyaan yang harus bisa kita jawab kalau
memang kita ingin terus melangkah maju dan tidak ketinggalan saat dunia berlari
sedemikian kencang dan kadang bikin kita sesak napas.
Yang jelas, rasanya, mendefinisikan dengan ajeg tentang apa
yang ingin kita pelajari, yang ingin kita coba, dan bagaimana kita ingin semua
itu membentuk siapa kita ke depan, adalah PR yang penting dan tidak mudah.
Atau mungkin, kadang kita juga harus berdamai dengan merasa
bahwa yang penting kita masih belajar, for the sake of learning. Atau ya kalau
para jelita seperti saya, supaya tidak cepat pikun.
Saya, rasanya butuh liburan lagi, buat mendefinisikan yang
mana yang saya mau.
Anda, gimana?.
No comments:
Post a Comment