Iya. Sumpah. Itu yang ada di kepala saya sejak sebelum
menikah.
Gimana nggak gampang. Alat? Siap nempel terus, gak perlu
dicuci, gak perlu disteril. Isi? Dijamiiin!. Siapa sih yang bisa ngalahin
ciptaan Allah?. Pasti kualitas paling top lah.
Dan saya kebetulan punya seorang tante yang menyusui kedua
anaknya. Anaknya yang kedua malah menyusui sampai 2 tahun lebih. Dan saya nggak
pernah sekalipun mendengar keluhan si tante (eh lagipula mana mungkin pula dia
cerita ke saya ya, secara waktu itu saya baru SD! :D). Jadi di kepala saya
sejak dulu, nanti, kalau punya anak, saya pasti bisa dan harus menyusui!. Gak
terpikir sama sekali tuh pakai susu formula. Cakep kan niatnya?. Cakeeeppp
dong.
Bertahun-tahun kemudian (ho’oh, literally, balada nikah di usia
kepala 3 :D), akhirnya saya punya anak. 23 September 2004, Tara lahir.
Selama hamil, saya lumayan rajin cari-cari info tentang ASI
dan menyusui, terutama latching atau perlekatan karena katanya kalau perlekatan
kurang bagus ya bayinya nggak akan kenyang dan produksi akan terganggu. Siap akan
menyusui deh ceritanya, lahir dan batin, sejak masuk ruang persalinan jam 7
pagi tanggal 23 September itu.
Yak. Eng ing eng. Ternyata, tantangan demi tantangan rupanya
siap menggoda sang niat.
Tantangan pertama: rumah sakit gak suportif!. Saya minta
rooming in, 24 jam saya minta Tara di ruangan bersama saya. Tidak dibolehkan
oleh suster dengan alasan kondisi saya masih lemah karena C-section, dan saya
mendapat suntikan antibiotika lewat infus sehingga akan pengaruhi ASI dan tidak
baik jika diminum oleh bayi. Dalam kondisi setengah teler karena baru 6 jam
pulih dari operasi, dengan sangat berat hati saya iyakan.
Keesokan paginya, saya minta Tara dibawa ke kamar. Dan
langsung saya coba susui. Alhamdulillah, si kecil kelihatannya tahu niat
ibunya. Lumayan mudah proses pelekatannya yang pertama itu, dan dia lahap
sekali nyusunya!. Waktu dia sudah kembali tidur, saya minta supaya dia
dibiarkan saja di kamar saya. Datanglah suster kepala, menjelaskan pada saya
bahwa hal itu tidak dimungkinkan karena saya masih diinfus.
Yak. Riri si galak mulai membara. Saya ngotot tetap minta
anak saya tetap di kamar, karena walaupun saya diinfus saya sudah bisa jalan
dan sudah dianjurkan untuk banyak gerak agar luka operasi cepat sembuh. Jadi
saya balikkan saja ke si suster: kalau saya sudah boleh jalan, dan sudah bisa
tenteng-tenteng itu botol infus bahkan ke kamar mandi, kenapa bayinya nggak
boleh di kamar? Bukannya aneh?.
Akhirnya si suster mengalah, tapi dengan syarat jam 10 malam
Tara harus dikembalikan ke ruang bayi supaya saya bisa istirahat. Tadinya saya
tetap ngotot. Tapi akhirnya saya pikir ya sudahlah. Toh di rumah sakit cuma 5
hari, setelah itu di rumah saya bisa revisi semuanya.
Dan karena harus terpisah dari saya, ya pastinya dikasih
susu formula dong. Cip kebetulan kerja di salah satu produsen susu formula,
jadi dia yang belikan sekaleng susu merek itu.
Di hari ketiga, kira-kira jam 2 pagi, saya terbangun karena
payudara saya sakit sekali dan baju saya terasa basah. Ya pastinya. Lha wong sudah
2 hari, seharian sampai jam 10 malam saya menyusui, lalu Tara balik ke ruang
bayi. Jelang dos si payudara nguamuk begitu nggak disusui lagi. Wah itu saya
bingung harus bagaimana. Pompa ASI?. Meneketehe!. Ilmu belum sempat sampai
kesitu untuk tahu harus beli yang mana!. Dan top dong: rumah sakit juga tidak
punya pompa ASI!. Suster juga tidak ada yang tahu bagaimana caranya memerah ASI
dengan tangan. Lengkap sudah.
Cip yang nemenin saya juga bingung harus gimana. Akhirnya
saya usaha perah dengan ilmu yang terbatas, terbatas dengan ingatan saya dari
informasi yang pernah saya lihat di salah satu website tentang breastfeeding.
Keluar sedikit sekali dan akhirnya saya menyerah karena sakit. Dan itu lagi,
meneketehe kalau keluar sedikit itu juga udah top buanget karena baru hari
ketiga!!!. Yang keluar sedikit itu terpaksa dibuang karena saya perah ke dalam
gelas. Sekarang rasanya pengen jambak-jambak rambut karena yang saya buang itu
kolostrum!. Buoooduuuoooh.
Dan sejak kejadian itu, saya jadi takut kejadian lagi.
Akhirnya saya minta Cip belikan pompa tradisional yang memang satu-satunya
dijual di rumah sakit: yang dengan karet bulat di ujung itu. Ya ampooonn
sakitnya memerah ASI pakai benda itu!. Tapi lumayan. 10 – 30 ml bisa saya
perah, dan saya ngotot minta suster untuk berikan ke Tara selama dia tidak di
kamar saya.
Akhirnya, 5 hari di rumah sakit selesai. Pulang. Excited,
sekaligus bingung. Maklum, mahmud (eh udah gak ‘mud’ deng, udah 33 waktu itu
cuuuyyy!!! :D).
Dan ini tantangan kedua: kelelahan. Saya dan Cip aliran gak
tega pakai diapers. Ya kita aja kepanasan, gimana anak bayi kalau pakai diapers
seharian!. Sementara rumah kami tidak ber-AC. Ya makin parno dong.
Ya sudah. Alhasil seharian plus semalaman kami berdua hanya
tidur dengan waktu yang sedikit sekaliiiii. Si kecil bolak balik pipis dan pup
(pastinya). Dan persis seperti ritme saat dia di dalam perut, dia malah bangun
di malam hari!. Bayangkan ada bayi melek dari jam 10 malam sampai jam 4 pagi.
Seru beneeerrrr. Tapi saat itu saya sadari 1 hal yang paling penting: DUKUNGAN DAN
BANTUAN SUAMI ITU TIDAK TERNILAI HARGANYA!!!!. Kalau ingat masa-masa itu saya
pengen peluk Cip erat-erat dan bilang makasiiiiiihhhh banget karena sudah jadi
ayah dan suami yang baiiiiikkk banget. Mau gantiin popok, mau gendongin Tara ke
pelukan saya karena saya sudah terlalu teler untuk berdiri kadang-kadang,
pagi-pagi dia yang bangun dan jemur anaknya sebelum dia sendiri harus siap-siap
ke kantor. Pasang bedong pun lebih jago dia daripada saya :D Thank God bener
deh pokoknya.
Karena saya kelelahan (saat itu kami juga belum mencari
pengasuh bayi), saya sering sekali tidak sanggup bangun lagi pagi saat si kecil
minta menyusu. Dan saya mengalah. Tiap hari selama 2 minggu pertamanya di
rumah, Tara minum sufor. Iya sebotol
sehari saja, tiap pagi supaya saya bisa tidur sejam penuh. Cukup. Saya tidak
mau lebih banyak lagi karena toh saya masih di rumah.
Lewat masa 2 minggu yang rasanya seperti setahun itu, saya
mulai terbiasa. Kondisi fisik juga sudah mulai lebih kuat pasca operasi. Dan
Alhamdulillah, kami dapat pengasuh untuk Tara. Susu formula yang masih tersisa
1 kaleng, saya larang untuk buka. Si mbak bingung – rupanya belum pernah
bekerja untuk ibu yang berikan ASI eksklusif.
Dan Alhamdulillah sejak itu semua lancar. Sampai saat saya
harus kembali bekerja.
Ini tantangan ketiga: tidak pernah nyetok ASIP. Saya bekerja
di perusahaan asing yang lumayan fleksibel. Jadi waktu itu saya pikir, saya
pasti masih bisa menyusui. Tara bisa mampir ke kantor, atau saya bisa pulang
sesekali untuk menyusui. Jadi, saya baru mulai nyetok ASIP 3 hari sebelum
bekerja. Hebat pisan ya?. Iyaaaa :D
Dan kembalilah saya bekerja. Minggu pertama. Aman. Came
second week and it was hellish till exclusive breastfeeding period ended!.
Bayangin. Tiap hari, karena tidak punya stok, saya harus
make sure saya sampai di rumah jam 6 atau Tara tidak punya apa-apa lagi untuk
diminum!. Karena saya juga refused untuk simpan susu formula di rumah bahkan
untuk keadaan emergency sekalipun. Alhasil, tiap hari saya harus pastikan
pekerjaan semua beres by 5. Padahal kadang hal ini tidak mudah juga karena
sebagai marketing researcher kadang masih ada saja yang masih harus saya
kerjakan even after regular office hours.
Dengan kondisi itu, saya kejar tayang tiap hari. Masih
untung karena kantor saya di Cikini dan waktu itu belum ada pembangunan jalan layang
Casablanca yang bikin Kuningan bak neraka seperti sekarang ini. Jadi tiap hari Alhamdulillah
saya selalu bisa sampai rumah jam 6. Walau kadang Pak Supir harus super lihai
ngebutnya ;p Ampun deh ah.
Lalu waktu Tara di bulan kelima, saya diberitahu bahwa saya
harus ke Shanghai untuk sebuah pertemuan. 10 hari. Nah lho. Pusing dong secara
gak punya stok!.
Akhirnya, saya putuskan untuk pakai susu formula lagi di saat
Tara 5,5 bulan. Sekali sehari saja. Demi saya bisa simpan ASIP untuk Tara
selama saya tinggalkan ke Shanghai.
Dan saat dia 6 bulan, berakhirlah penderitaan kejar tayang
tadi. Tara kebetulan bayi yang doyan sekali makan!. Jadi makanan pertamapun dia
lahap. Saya harus berangkat saat dia 6,5 bulan dan Alhamdulillah usaha nyetok
selama sebulan itu bisa simpan ASIP yang cukup selama saya pergi 10 hari.
Berangkatlah saya. Dengan tetap membawa perabotan pompa ASI
dan sebagainya itu.
Tantangan keempat, dan yang terberat, adalah saat saya
pulang.
Saya pulang dengan semangat. Bawa 20 kantong ASIP beku (iya,
ini juga salah satu kebodohan: saya tidak pompa rutin tiap 3 jam selama di
Shanghai. Hanya pompa 3 kali sehari dan itu memang membuat produksi ASI saya
drop luar biasa dan di hari ke-4 saya hanya bisa pompa 40 – 60ml per sesi.
Lesson learned: jangan malas pompa saat jauh dari anak!), dan kerinduan akan
menyusui. Saya tiba di rumah, Tara sudah tidur. Begitu dia bangun, saya angkat
dan susui. And there it happened. She refused me (well…refused the nipple
actually but it did feel like she refused me :( ).
Sedih, panik, guilt, semua campur aduk jadi satu. Semalaman
saya tidak bisa tidur dan dengan hati yang beraaattt banget, hanya bisa memandangi Cip, yang bangun beberapa kali
dan memberikan ASIP ke Tara.
Besok paginya saya ke klinik laktasi. Tapi saya merasa tidak
terlalu dibantu saat itu. Saya malah makin bingung dengan segala saran mereka.
And anyway…akhirnya saya exclusive pumping, plus minum obat dari klinik laktasi
untuk merangsang ASI tetap keluar, karena Tara tetap menolak. Memang yang
diproduksi sedikit sekali. Tiap pumping plus perah tangan hanya keluar 30 –
40ml. Tapi itu tidak menyurutkan niat saya untuk tetap usaha berikan ASI,
walaupun tentunya saat itu sudah harus dibantu dengan susu formula. Begitu Tara
1 tahun, setelah 5 bulan exclusive pumping, saya stop karena takut juga
konsumsi obat yang terlalu lama akan pengaruhi hormon.
Lessons learned dari pengalaman pertama itu jelas banyak
sekali.
Yang pertama pastinya cari sebanyak mungkin informasi
tentang ASI dan ngASI. Saya cukup beruntung ketemu websitenya jagoannya
breastfeeding, Dr. Jack Newman. Dia bahkan mau menjawab email saya saat saya
sedang usaha relaktasi.
Kedua: cari tahu kebijakan rumah sakit tentang rooming in,
dan juga dukungan yang mereka bisa berikan tentang ASI dan ngASI. Ini
pentiiiing ya ternyata. Ya saya kan assume infrastruktur kesehatan ngerti
dooong, secara bukannya ASI adalah yang terbaik untuk bayi kan?. Tapi ternyata
oh ternyata, baru tahu saya kalau bahkan di kalangan kesehatan (even
dokter!!!), ilmu tentang ASI itu minim banget!. Saya malah ngalami lebih tahu
saya timbang para perawat. Menyedihkan juga sih. Karena ibu-ibu yang baru
pertama punya anak kan pastinya banyak bingungnya. Sumber info pertama pasti ke
para pemberi pelayanan kesehatan. Tapi itu kayaknya belum bisa dilakukan. Harus
kita juga yang rajin cari informasi.
Ketiga: POMPA ASI ITU BARANG PENTING YANG KUDU DIBELI SAAT
HAMIL!. Ribeeettt bener belanja keperluan bayi, yang satu ini jangan sampai
lewat dari daftar!. Pas hamil cari info tentang pompa ini. Saya sendiri dulu pakai
Medela Mini Electric atas saran teman.
Keempat: nyetok ASIP secepat mungkin, apalagi kalau kita
bekerja. Kejar tayang itu gak enak sumpaaah!.
Kelima: bangun support system yang kuat. Kalaupun ada yang
kurang mendukung, tutup kuping, pakai kacamata kuda, yakin saja bahwa ASI
adalah yang terbaik untuk bayi kita. Saya mengalami dipertanyakan oleh ibu saya
sendiri: kok umur 4 bulan masih ASI aja? Kenapa gak dikasih makan? Itu nangis
masih lapar kali. Saya anteng aja, dan saya jelaskan sekarang aturannya adalah
ASI saja sampai 6 bulan, no food, no water, nothing else but breast milk. Ya pasti
ada masa-masa ‘gesekan’ apalagi karena saya bilang ke si mbak supaya jangan
ijinkan siapapun kasih apapun ke Tara, kecuali saya yang minta. Hehe…dia yang
mengalami dipelototin sih, bukan saya :D
Dan saya beruntung sekali Cip amat sangat suportif. Suami
yang mau bangun malam, ganti popok, sampai ajak anak bayinya jalan-jalan di
taman sore-sore saat ibunya harus bertugas jauh, itu surgawi rasanya. Plus juga
suami yang percaya keputusan istrinya adalah yang terbaik untuk anak. Penting
itu!. Karena ada lho suami yang mempertanyakan keputusan istri untuk menyusui. Nah
digandeng deh baik-baik kalau kebetulan suaminya seperti itu, kasih semua info
tentang ASI. Insya Allah terbuka matanya.
Sekarang rasanya jauh lebih mudah untuk memberikan anak ASI
selama mungkin. Informasi makin banyak. Not to mention jejaring sosial yang
bisa jadi sumber dukungan moril at least (eh tapi kalau nggak hati-hati menyaring
informasinya, juga bisa bikin down ya….hehehe…). Tapi begitu saya punya anak
lagi, selain lebih PD karena pengalaman anak pertama, saya juga merasa dukungan
yang ada jauh lebih besar karena komunitas-komunitas yang membantu ibu-ibu
menyusui terutama yang bekerja, juga jauh lebih banyak. Jadi tidak merasa ‘sendirian’
seperti 7 tahun yang lalu.
Sekarang saya sudah menyusui Lila, selama 13,5 bulan. Alhamdulillah
kali ini saya tidak perlu bantuan susu formula. Pengalaman masa lalu itu
betul-betul jadi pelajaran buat saya. Subhanallah, senang sekali rasanya. Yang
paling saya rasakan adalah Lila, walaupun tidak ‘sebulat’ kakaknya waktu bayi
dulu, tapi dia sehat. Alhamdulillah Lila tidak pernah sakit. Paling top sedikit
demam karena perubahan cuaca, dan selalu sembuh dengan baluran minyak kayu
putih dan bawang merah. Pilek dan batuk sembuh hanya dengan terapi uap di
kamar.
Tes yang paling top untuk dia adalah kami ajak traveling 10
hari, by car, keliling beberapa tempat di Jawa Barat dan Tengah. Kami ke
gunung, ke laut. Dan Alhamdulillah dia baik-baik saja.
(ini kita lagi 'pacaran' di pantai Batu Karas. Seru ya!. Produk-produk yang membantu ngASI
juga makin banyak!. Saya beruntung tuh nemu olshop yang khusus jual kaos khusus
untuk nyusui jadi travel kemanapun mantap!. Emak gak perlu ribet dengan
baju nyusui yang biasanya gak asoy itu. Tetap bisa sporty dengan celana pendek :D)
Jadi ya betul kan keyakinan saya sejak jaman single dulu:
ASI is the best!. Lha yang bikin juga The Best of the best kok yaaa :-)
Disclaimer (hehe…penting ini!)
Saya buat tulisan ini bukan karena saya anti-sufor. Lha 10
tahun saya menikah dengan Cip, 9 tahun diantaranya Cip selalu bekerja di
perusahaan produsen sufor, jadi saya juga dapat uang belanja dari perusahaan
yang membuat susu formula :D Not to mention dalam pekerjaan, saya banyak sekali
bekerja dengan klien dari produsen susu formula. Nothing wrong with them!!.
Susu formula tetap ada manfaatnya. Ada ibu-ibu yang either
memang memilih tidak menyusui, atau memang tidak bisa menyusui karena banyak
alasan. Dan semua itu harus kita hargai sebagai keputusan yang mulia dari
seorang ibu. Saya sendiri kalau tidak ada susu formula waktu Tara dulu, pusing
juga deh pastinya. Mencari donor ASI juga tidak mudah, dan bukan tanpa resiko. Kalau
tidak ada susu formula, apa jadinya para bayi itu?. Daripada dikasih air tajin,
atau bahkan air teh, atau dikasih pisang di umur 4 bulan dengan resiko
kerusakan pencernaan, kan tetap lebih baik dikasih susu formula dong.
Saya buat tulisan ini untuk semua perempuan yang menganggap
bahwa menyusui itu sulit. Itu saja. Karena sampai sekarang saja saya masih suka
dikomentari, “Ribet amat sih bawa-bawa ini itu”. “Anaknya kan jadi tergantung
sama kita”. “Anaknya kan gak segemuk yang minum formula, kasihan ah”. Well,
well, daripada kita ngedumel, lewat sajalaaaaahhhh. Itu akibat kurang informasi
saja, ya kan?. Yang penting kita-nya jangan terpengaruh!.
Iya memang tidak mudah. Tidak semudah yang saya kira dulu
apalagi kalau kita perempuan bekerja. Tapi juga tidak sesulit yang kita
bayangkan asalkan kita mau mencari informasi yang benar. Dan trial and error.
So what kalau membuat kesalahan. So what kalau harus minta bantuan susu formula
sementara. Itu bukan dosa!. What’s more important is that we learn from our
mistakes. And mistakes, are the best things that can happen to make us remember
those things the most for a better future.
Dan, yang penting niat!. Saya percaya bahwa kalau kita sudah
berniat akan lakukan sesuatu yang positif, the universe will move around us to
make it happen. Serius!. Saya sudah buktikan ini dalam banyak hal…hehehe…sok
spiritualis ceritanya neh :D
Anyway. Breastfeeding is (not) easy, but it is NOT DIFFICULT
either :-)
(R I R I)
Terharu bacanya mBa....
ReplyDeleteSaya copas ya buat nyemangatin ipar saya yang tengah bermasalah dengan breastfeeding, akhirnya e-ping....
Thx... GBU
silahkan disebarkan...memang semoga bisa menyemangati para buibu lainnya... memang tdk mudah, tapi bisa di-manage... insya allah dimudahkan...
Delete