Monday, February 24, 2014

Kesengsaraan Bukan Akhir Dari Semua



(Tara was finally chosen to compete in Madania Speaking and Writing Competition 2014, in Story Telling in Bahasa Indonesia. She won the 3rd prize, with this story. This was a surprise to us all - especially to her who did not think she could make it. I hope this experience could also show her, that she has to appreciate any opportunity she's got, though that also means she has to work very hard to succeed. And she can succeed, if she puts all her will into it) 


Di sebuah daerah, berdiri sebuah kerajaan binatang yang bernama kerajaan Hutan Teduh. Kerajaan ini dipimpin oleh Sang Raja Hutan yang bijaksana, bernama Leo. Leo selalu memimpin rakyatnya dengan penuh perhatian. Ia juga raja yang sangat adil. 

Suatu saat kerajaan itu kehabisan makanan. Rakyat mengadu pada Leo. “Wahai rayatku! Aku tau kalian kelaparan”.

”Iya baginda,hidup  kami sengsara ”.

“Tenang rakyatku kita pasti bisa keluar dari kesengsaraan ini”.

“Iya raja kami yang bijaksana, kami percaya padamu”.

“Aku akan ke kerajaan saudaraku besok pagi, bersama dengan Bona si Gajah, dan Monti si Monyet. Kami akan mencoba meminta pertolongan kepada saudaraku, Lanturo, yang memimpin kerajaan Amazon”. 

Tiba-tiba Landi si Landak berkata, “Maaf baginda, tapi bukankah saudaramu itu terkenal amat pelit?, apa iya dia akan mau membantu kita?”. 

“Sejahat-jahatnya makhluk, pasti ada sisi baiknya, Landi. Aku yakin, saudaraku tidak sejahat yang diceritakan selama ini”. 

“Baiklah baginda. Aku percaya pada keputusanmu. Aku hanya berpesan, berhati-hatilah disana”, kata Landi. 

“Jangan kuatir, Landi”, kata Leo. 

Esok harinya, saat fajar menyingsing, Leo, Bona dan Monti berangkat menuju kerajaan Amazon. Mereka tiba saat matahari mulai condong ke arah barat. 

Di depan pintu kerajaan, ada seekor beruang yang menjaga pintu, “Siapa kalian,dan apa maksud kalian datang kemari”. 

Leo menjawab, “Kami datang dari kerajaan Hutan Teduh. Aku adalah saudara dari Lanturo, raja yang memimpin kerajaan ini. Kami bermaksud meminta pertolongannya”. 

“Baik. Tunggu sebentar, akan aku beritahukan kedatangan kalian pada Raja Lanturo”. 

Tak lama kemudian, keluarlah Lanturo, “Wahai Leo. Ini kejutan. Ada apa maksudmu datang ke kerajaanku?”. 

“Wahai Lanturo, kerajaanku dalam kesulitan. Hanya ada sedikit makanan dan tidak cukup untuk kami semua. Aku kesini bermaksud meminta pertolonganmu. Sudikah engkau membagi sedikit persediaan makananmu bagi kami?”. 

“Ah Leo, kau datang pada saat yang tidak tepat. Apakah kau tidak tahu bahwa seluruh hutan di daerah ini, sekarang mengalami kesulitan makanan!. Ini semua, karena ulah manusia, yang dengan seenaknya menebangi hutan. Kita semua yang menanggung akibatnya kini”. 

Leo terdiam. Dia tidak percaya pada pendengarannya. Dan dia teringat pada kata-kata Landi bahwa Lanturo adalah raja yang pelit. Leo berpikir ini hanya taktik Lanturo yang tidak ingin memberikan persediaan makanannya. 

“Apa iya begitu, Lanturo. Apakah mungkin kerusakan hutan sedemikian luasnya?”. 

“Kau tidak percaya padaku?...ikut aku”. Lanturo mengajaknya ke atas bukit. Dan dari situ, mereka memandang ke hutan lepas di bawah mereka. 

Leo tertegun melihatnya. Pemandangan yang sama seperti yang bisa ia lihat dari bukit di kerajaannya, kekeringan, dan tanah yang tandus, juga ia lihat dari situ. 

“Saudaraku.ini kenyataan yang harus kita hadapi. Aku hanya punya sedikit persediaan makanan untuk rakyatku. Sudah lama sekali kami seperti ini. Kami harus berhemat, karena ulah manusia”, kata Lanturo. 

“Ah ternyata hidup kalian lebih susah dari kami. Tapi kenapa kalian tidak pernah meminta pertolongan pada kami?”,kata Leo. 

Lanturo tersenyum, “Karena aku selalu mengingat pesan para leluhur – hargailah apapun yang ada di sekitarmu, karena sekecil apapun itu, itu adalah rejeki dari Tuhan. Jadi aku selalu berusaha bertahan dengan apa yang ada. Itu caraku menghargai semua yang tersedia bagi kami di kerajaan ini”.

Leo jadi terharu, “Saudaraku, betapa mulia cara berpikirmu. Aku jadi belajar darimu untuk dapat menghargai sebuah kesulitan. Dan semoga itu pula yang dapat aku ajarkan pada rakyatku”.

Esok paginya pulanglah Leo, Bona dan Monti ke kerajaan Hutan Teduh. Mereka membawa sebuah pelajaran, bahwa sesulit apapun keadaan, kita harus belajar menghargainya sebagai rejeki dari Tuhan, dan bukan malah mengeluh, karena diluar sana, masih ada binatang-binatang lain yang mungkin lebih menderita dari mereka. 

THE END  



Differences Make Us Strong





In a village, live three best friends, named Lily, Sasha, and Febby. Each has a different hobby. 

Lily likes singing. Sasha likes reading, while Febby likes dancing. They have been friends since they were little. And since their homes are close to one another, they often spend time together after school.

One day, as usual, the three friends played together. They decided to take a walk on a path that they have never gone before. What they didn’t know, was that there was a hole on that path. Nobody knew that hole was there, because it was covered with dead leaves. 

Before they knew it, they all stepped onto the leaves and fell into the hole!.

It was dark inside. Febby began to cry, “Huhuhuhuuuu...I’m scared, I want my mommy”. Sasha said to Febby, “Don’t cry Febby, it’s OK. You’re not alone, there are the three of us”. Lily also calmed Febby down, “Yes Febby it’s OK. calm down, someone will find us”.

Febby cried even louder, “How can anyone find us?, it’s a hole under the ground!”. “Hmmm...let me think. But please Febby, stop crying”, Lily said while hugging Febby. And they all hugged one another trying to calm each other.

Then suddenly, “Hey, I know what we have to do!”, said Lily. “Why don’t I sing, soooo loud. Febby, you can tap dance, right? So you can dance to my song. And you Sasha, you remember your favourite story don’t you? Pretend that you read aloud”.

Febby was confused, “But why should we do all that?”. Sasha answered, “I know! That way, we would make so much noise. And who knows, if anyone is trying to find us, he can hear all that sound so we can be found!. What a brilliant idea Lily!”.

Lily, “So what do you say, shall we do it?”. “Yes, let’s!”, said Sasha and Febby in unison.

Then Lily began to sing so loud, on top of her voice. Febby did the tap dance following Lily’s song, and Sasha read her favourite story. They were so loud. And without them realising it, they forgot their fears. They had fun.

Then, “Ssshhhh....stop, stop...listen”, said Sasha. The three friends stopped and listened. "Febbyyy, Lilyyyyyyyyy, Sashaaaaa...kiiiiddds where are youuuu!!!".

“Hey, someone is calling our names!”, said Febby. “Come on, do it again!”, said Lily. Then they continued doing it again – singing, dancing, and reading all at the same time, trying to make as much noise as possible.

Suddenly, there were lights into the hole, “Kids, are you down there?!”, said someone. “Yes we’re here!”. And there it was, Sasha’s father. He came down, and the three friends hugged him so tight. One by one they were brought up. Everyone was happy to have found them, and the three friends were so relieved to see their parents again. 

“Well done kids, you were so clever making that much noise. If not, we couldn’t have found you”, said Sasha’s father. “It was Lily’s idea. And we even had time doing it too!, right Lily, Sasha?”, said Febby. “Oh yes, we weren’t scared anymore!”, Lily said with a big smile.

The three friends learned something that day: with different things that they could do, they could strengthen one another even in the scariest time.

THE END

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts