Tuesday, July 17, 2012

Breastfeeding is easy


Iya. Sumpah. Itu yang ada di kepala saya sejak sebelum menikah. 

Gimana nggak gampang. Alat? Siap nempel terus, gak perlu dicuci, gak perlu disteril. Isi? Dijamiiin!. Siapa sih yang bisa ngalahin ciptaan Allah?. Pasti kualitas paling top lah. 

Dan saya kebetulan punya seorang tante yang menyusui kedua anaknya. Anaknya yang kedua malah menyusui sampai 2 tahun lebih. Dan saya nggak pernah sekalipun mendengar keluhan si tante (eh lagipula mana mungkin pula dia cerita ke saya ya, secara waktu itu saya baru SD! :D). Jadi di kepala saya sejak dulu, nanti, kalau punya anak, saya pasti bisa dan harus menyusui!. Gak terpikir sama sekali tuh pakai susu formula. Cakep kan niatnya?. Cakeeeppp dong. 

Bertahun-tahun kemudian (ho’oh, literally, balada nikah di usia kepala 3 :D), akhirnya saya punya anak. 23 September 2004, Tara lahir. 

Selama hamil, saya lumayan rajin cari-cari info tentang ASI dan menyusui, terutama latching atau perlekatan karena katanya kalau perlekatan kurang bagus ya bayinya nggak akan kenyang dan produksi akan terganggu. Siap akan menyusui deh ceritanya, lahir dan batin, sejak masuk ruang persalinan jam 7 pagi tanggal 23 September itu. 

Yak. Eng ing eng. Ternyata, tantangan demi tantangan rupanya siap menggoda sang niat. 

Tantangan pertama: rumah sakit gak suportif!. Saya minta rooming in, 24 jam saya minta Tara di ruangan bersama saya. Tidak dibolehkan oleh suster dengan alasan kondisi saya masih lemah karena C-section, dan saya mendapat suntikan antibiotika lewat infus sehingga akan pengaruhi ASI dan tidak baik jika diminum oleh bayi. Dalam kondisi setengah teler karena baru 6 jam pulih dari operasi, dengan sangat berat hati saya iyakan. 

Keesokan paginya, saya minta Tara dibawa ke kamar. Dan langsung saya coba susui. Alhamdulillah, si kecil kelihatannya tahu niat ibunya. Lumayan mudah proses pelekatannya yang pertama itu, dan dia lahap sekali nyusunya!. Waktu dia sudah kembali tidur, saya minta supaya dia dibiarkan saja di kamar saya. Datanglah suster kepala, menjelaskan pada saya bahwa hal itu tidak dimungkinkan karena saya masih diinfus. 

Yak. Riri si galak mulai membara. Saya ngotot tetap minta anak saya tetap di kamar, karena walaupun saya diinfus saya sudah bisa jalan dan sudah dianjurkan untuk banyak gerak agar luka operasi cepat sembuh. Jadi saya balikkan saja ke si suster: kalau saya sudah boleh jalan, dan sudah bisa tenteng-tenteng itu botol infus bahkan ke kamar mandi, kenapa bayinya nggak boleh di kamar? Bukannya aneh?. 

Akhirnya si suster mengalah, tapi dengan syarat jam 10 malam Tara harus dikembalikan ke ruang bayi supaya saya bisa istirahat. Tadinya saya tetap ngotot. Tapi akhirnya saya pikir ya sudahlah. Toh di rumah sakit cuma 5 hari, setelah itu di rumah saya bisa revisi semuanya. 

Dan karena harus terpisah dari saya, ya pastinya dikasih susu formula dong. Cip kebetulan kerja di salah satu produsen susu formula, jadi dia yang belikan sekaleng susu merek itu.

Di hari ketiga, kira-kira jam 2 pagi, saya terbangun karena payudara saya sakit sekali dan baju saya terasa basah. Ya pastinya. Lha wong sudah 2 hari, seharian sampai jam 10 malam saya menyusui, lalu Tara balik ke ruang bayi. Jelang dos si payudara nguamuk begitu nggak disusui lagi. Wah itu saya bingung harus bagaimana. Pompa ASI?. Meneketehe!. Ilmu belum sempat sampai kesitu untuk tahu harus beli yang mana!. Dan top dong: rumah sakit juga tidak punya pompa ASI!. Suster juga tidak ada yang tahu bagaimana caranya memerah ASI dengan tangan. Lengkap sudah. 

Cip yang nemenin saya juga bingung harus gimana. Akhirnya saya usaha perah dengan ilmu yang terbatas, terbatas dengan ingatan saya dari informasi yang pernah saya lihat di salah satu website tentang breastfeeding. Keluar sedikit sekali dan akhirnya saya menyerah karena sakit. Dan itu lagi, meneketehe kalau keluar sedikit itu juga udah top buanget karena baru hari ketiga!!!. Yang keluar sedikit itu terpaksa dibuang karena saya perah ke dalam gelas. Sekarang rasanya pengen jambak-jambak rambut karena yang saya buang itu kolostrum!. Buoooduuuoooh. 

Dan sejak kejadian itu, saya jadi takut kejadian lagi. Akhirnya saya minta Cip belikan pompa tradisional yang memang satu-satunya dijual di rumah sakit: yang dengan karet bulat di ujung itu. Ya ampooonn sakitnya memerah ASI pakai benda itu!. Tapi lumayan. 10 – 30 ml bisa saya perah, dan saya ngotot minta suster untuk berikan ke Tara selama dia tidak di kamar saya. 

Akhirnya, 5 hari di rumah sakit selesai. Pulang. Excited, sekaligus bingung. Maklum, mahmud (eh udah gak ‘mud’ deng, udah 33 waktu itu cuuuyyy!!! :D). 

Dan ini tantangan kedua: kelelahan. Saya dan Cip aliran gak tega pakai diapers. Ya kita aja kepanasan, gimana anak bayi kalau pakai diapers seharian!. Sementara rumah kami tidak ber-AC. Ya makin parno dong. 

Ya sudah. Alhasil seharian plus semalaman kami berdua hanya tidur dengan waktu yang sedikit sekaliiiii. Si kecil bolak balik pipis dan pup (pastinya). Dan persis seperti ritme saat dia di dalam perut, dia malah bangun di malam hari!. Bayangkan ada bayi melek dari jam 10 malam sampai jam 4 pagi. Seru beneeerrrr. Tapi saat itu saya sadari 1 hal yang paling penting: DUKUNGAN DAN BANTUAN SUAMI ITU TIDAK TERNILAI HARGANYA!!!!. Kalau ingat masa-masa itu saya pengen peluk Cip erat-erat dan bilang makasiiiiiihhhh banget karena sudah jadi ayah dan suami yang baiiiiikkk banget. Mau gantiin popok, mau gendongin Tara ke pelukan saya karena saya sudah terlalu teler untuk berdiri kadang-kadang, pagi-pagi dia yang bangun dan jemur anaknya sebelum dia sendiri harus siap-siap ke kantor. Pasang bedong pun lebih jago dia daripada saya :D Thank God bener deh pokoknya. 

Karena saya kelelahan (saat itu kami juga belum mencari pengasuh bayi), saya sering sekali tidak sanggup bangun lagi pagi saat si kecil minta menyusu. Dan saya mengalah. Tiap hari selama 2 minggu pertamanya di rumah, Tara minum  sufor. Iya sebotol sehari saja, tiap pagi supaya saya bisa tidur sejam penuh. Cukup. Saya tidak mau lebih banyak lagi karena toh saya masih di rumah. 

Lewat masa 2 minggu yang rasanya seperti setahun itu, saya mulai terbiasa. Kondisi fisik juga sudah mulai lebih kuat pasca operasi. Dan Alhamdulillah, kami dapat pengasuh untuk Tara. Susu formula yang masih tersisa 1 kaleng, saya larang untuk buka. Si mbak bingung – rupanya belum pernah bekerja untuk ibu yang berikan ASI eksklusif. 

Dan Alhamdulillah sejak itu semua lancar. Sampai saat saya harus kembali bekerja. 

Ini tantangan ketiga: tidak pernah nyetok ASIP. Saya bekerja di perusahaan asing yang lumayan fleksibel. Jadi waktu itu saya pikir, saya pasti masih bisa menyusui. Tara bisa mampir ke kantor, atau saya bisa pulang sesekali untuk menyusui. Jadi, saya baru mulai nyetok ASIP 3 hari sebelum bekerja. Hebat pisan ya?. Iyaaaa :D 

Dan kembalilah saya bekerja. Minggu pertama. Aman. Came second week and it was hellish till exclusive breastfeeding period ended!. 

Bayangin. Tiap hari, karena tidak punya stok, saya harus make sure saya sampai di rumah jam 6 atau Tara tidak punya apa-apa lagi untuk diminum!. Karena saya juga refused untuk simpan susu formula di rumah bahkan untuk keadaan emergency sekalipun. Alhasil, tiap hari saya harus pastikan pekerjaan semua beres by 5. Padahal kadang hal ini tidak mudah juga karena sebagai marketing researcher kadang masih ada saja yang masih harus saya kerjakan even after regular office hours. 

Dengan kondisi itu, saya kejar tayang tiap hari. Masih untung karena kantor saya di Cikini dan waktu itu belum ada pembangunan jalan layang Casablanca yang bikin Kuningan bak neraka seperti sekarang ini. Jadi tiap hari Alhamdulillah saya selalu bisa sampai rumah jam 6. Walau kadang Pak Supir harus super lihai ngebutnya ;p Ampun deh ah. 

Lalu waktu Tara di bulan kelima, saya diberitahu bahwa saya harus ke Shanghai untuk sebuah pertemuan. 10 hari. Nah lho. Pusing dong secara gak punya stok!. 

Akhirnya, saya putuskan untuk pakai susu formula lagi di saat Tara 5,5 bulan. Sekali sehari saja. Demi saya bisa simpan ASIP untuk Tara selama saya tinggalkan ke Shanghai. 

Dan saat dia 6 bulan, berakhirlah penderitaan kejar tayang tadi. Tara kebetulan bayi yang doyan sekali makan!. Jadi makanan pertamapun dia lahap. Saya harus berangkat saat dia 6,5 bulan dan Alhamdulillah usaha nyetok selama sebulan itu bisa simpan ASIP yang cukup selama saya pergi 10 hari. 

Berangkatlah saya. Dengan tetap membawa perabotan pompa ASI dan sebagainya itu. 

Tantangan keempat, dan yang terberat, adalah saat saya pulang. 

Saya pulang dengan semangat. Bawa 20 kantong ASIP beku (iya, ini juga salah satu kebodohan: saya tidak pompa rutin tiap 3 jam selama di Shanghai. Hanya pompa 3 kali sehari dan itu memang membuat produksi ASI saya drop luar biasa dan di hari ke-4 saya hanya bisa pompa 40 – 60ml per sesi. Lesson learned: jangan malas pompa saat jauh dari anak!), dan kerinduan akan menyusui. Saya tiba di rumah, Tara sudah tidur. Begitu dia bangun, saya angkat dan susui. And there it happened. She refused me (well…refused the nipple actually but it did feel like she refused me :( ). 

Sedih, panik, guilt, semua campur aduk jadi satu. Semalaman saya tidak bisa tidur dan dengan hati yang beraaattt banget, hanya bisa memandangi Cip, yang bangun beberapa kali dan memberikan ASIP ke Tara.  

Besok paginya saya ke klinik laktasi. Tapi saya merasa tidak terlalu dibantu saat itu. Saya malah makin bingung dengan segala saran mereka. 

And anyway…akhirnya saya exclusive pumping, plus minum obat dari klinik laktasi untuk merangsang ASI tetap keluar, karena Tara tetap menolak. Memang yang diproduksi sedikit sekali. Tiap pumping plus perah tangan hanya keluar 30 – 40ml. Tapi itu tidak menyurutkan niat saya untuk tetap usaha berikan ASI, walaupun tentunya saat itu sudah harus dibantu dengan susu formula. Begitu Tara 1 tahun, setelah 5 bulan exclusive pumping, saya stop karena takut juga konsumsi obat yang terlalu lama akan pengaruhi hormon. 


Lessons learned dari pengalaman pertama itu jelas banyak sekali. 

Yang pertama pastinya cari sebanyak mungkin informasi tentang ASI dan ngASI. Saya cukup beruntung ketemu websitenya jagoannya breastfeeding, Dr. Jack Newman. Dia bahkan mau menjawab email saya saat saya sedang usaha relaktasi.

Kedua: cari tahu kebijakan rumah sakit tentang rooming in, dan juga dukungan yang mereka bisa berikan tentang ASI dan ngASI. Ini pentiiiing ya ternyata. Ya saya kan assume infrastruktur kesehatan ngerti dooong, secara bukannya ASI adalah yang terbaik untuk bayi kan?. Tapi ternyata oh ternyata, baru tahu saya kalau bahkan di kalangan kesehatan (even dokter!!!), ilmu tentang ASI itu minim banget!. Saya malah ngalami lebih tahu saya timbang para perawat. Menyedihkan juga sih. Karena ibu-ibu yang baru pertama punya anak kan pastinya banyak bingungnya. Sumber info pertama pasti ke para pemberi pelayanan kesehatan. Tapi itu kayaknya belum bisa dilakukan. Harus kita juga yang rajin cari informasi.

Ketiga: POMPA ASI ITU BARANG PENTING YANG KUDU DIBELI SAAT HAMIL!. Ribeeettt bener belanja keperluan bayi, yang satu ini jangan sampai lewat dari daftar!. Pas hamil cari info tentang pompa ini. Saya sendiri dulu pakai Medela Mini Electric atas saran teman.

Keempat: nyetok ASIP secepat mungkin, apalagi kalau kita bekerja. Kejar tayang itu gak enak sumpaaah!.

Kelima: bangun support system yang kuat. Kalaupun ada yang kurang mendukung, tutup kuping, pakai kacamata kuda, yakin saja bahwa ASI adalah yang terbaik untuk bayi kita. Saya mengalami dipertanyakan oleh ibu saya sendiri: kok umur 4 bulan masih ASI aja? Kenapa gak dikasih makan? Itu nangis masih lapar kali. Saya anteng aja, dan saya jelaskan sekarang aturannya adalah ASI saja sampai 6 bulan, no food, no water, nothing else but breast milk. Ya pasti ada masa-masa ‘gesekan’ apalagi karena saya bilang ke si mbak supaya jangan ijinkan siapapun kasih apapun ke Tara, kecuali saya yang minta. Hehe…dia yang mengalami dipelototin sih, bukan saya :D

Dan saya beruntung sekali Cip amat sangat suportif. Suami yang mau bangun malam, ganti popok, sampai ajak anak bayinya jalan-jalan di taman sore-sore saat ibunya harus bertugas jauh, itu surgawi rasanya. Plus juga suami yang percaya keputusan istrinya adalah yang terbaik untuk anak. Penting itu!. Karena ada lho suami yang mempertanyakan keputusan istri untuk menyusui. Nah digandeng deh baik-baik kalau kebetulan suaminya seperti itu, kasih semua info tentang ASI. Insya Allah terbuka matanya.

Sekarang rasanya jauh lebih mudah untuk memberikan anak ASI selama mungkin. Informasi makin banyak. Not to mention jejaring sosial yang bisa jadi sumber dukungan moril at least (eh tapi kalau nggak hati-hati menyaring informasinya, juga bisa bikin down ya….hehehe…). Tapi begitu saya punya anak lagi, selain lebih PD karena pengalaman anak pertama, saya juga merasa dukungan yang ada jauh lebih besar karena komunitas-komunitas yang membantu ibu-ibu menyusui terutama yang bekerja, juga jauh lebih banyak. Jadi tidak merasa ‘sendirian’ seperti 7 tahun yang lalu. 

Sekarang saya sudah menyusui Lila, selama 13,5 bulan. Alhamdulillah kali ini saya tidak perlu bantuan susu formula. Pengalaman masa lalu itu betul-betul jadi pelajaran buat saya. Subhanallah, senang sekali rasanya. Yang paling saya rasakan adalah Lila, walaupun tidak ‘sebulat’ kakaknya waktu bayi dulu, tapi dia sehat. Alhamdulillah Lila tidak pernah sakit. Paling top sedikit demam karena perubahan cuaca, dan selalu sembuh dengan baluran minyak kayu putih dan bawang merah. Pilek dan batuk sembuh hanya dengan terapi uap di kamar. 

Tes yang paling top untuk dia adalah kami ajak traveling 10 hari, by car, keliling beberapa tempat di Jawa Barat dan Tengah. Kami ke gunung, ke laut. Dan Alhamdulillah dia baik-baik saja. 


 (ini kita lagi 'pacaran' di pantai Batu Karas. Seru ya!. Produk-produk yang membantu ngASI
juga makin banyak!. Saya beruntung tuh nemu olshop yang khusus jual kaos khusus
untuk nyusui jadi travel kemanapun mantap!. Emak gak perlu ribet dengan 
baju nyusui yang biasanya gak asoy itu. Tetap bisa sporty dengan celana pendek :D)


Jadi ya betul kan keyakinan saya sejak jaman single dulu: ASI is the best!. Lha yang bikin juga The Best of the best kok yaaa :-) 


Disclaimer (hehe…penting ini!)

Saya buat tulisan ini bukan karena saya anti-sufor. Lha 10 tahun saya menikah dengan Cip, 9 tahun diantaranya Cip selalu bekerja di perusahaan produsen sufor, jadi saya juga dapat uang belanja dari perusahaan yang membuat susu formula :D Not to mention dalam pekerjaan, saya banyak sekali bekerja dengan klien dari produsen susu formula. Nothing wrong with them!!. 

Susu formula tetap ada manfaatnya. Ada ibu-ibu yang either memang memilih tidak menyusui, atau memang tidak bisa menyusui karena banyak alasan. Dan semua itu harus kita hargai sebagai keputusan yang mulia dari seorang ibu. Saya sendiri kalau tidak ada susu formula waktu Tara dulu, pusing juga deh pastinya. Mencari donor ASI juga tidak mudah, dan bukan tanpa resiko. Kalau tidak ada susu formula, apa jadinya para bayi itu?. Daripada dikasih air tajin, atau bahkan air teh, atau dikasih pisang di umur 4 bulan dengan resiko kerusakan pencernaan, kan tetap lebih baik dikasih susu formula dong.

Saya buat tulisan ini untuk semua perempuan yang menganggap bahwa menyusui itu sulit. Itu saja. Karena sampai sekarang saja saya masih suka dikomentari, “Ribet amat sih bawa-bawa ini itu”. “Anaknya kan jadi tergantung sama kita”. “Anaknya kan gak segemuk yang minum formula, kasihan ah”. Well, well, daripada kita ngedumel, lewat sajalaaaaahhhh. Itu akibat kurang informasi saja, ya kan?. Yang penting kita-nya jangan terpengaruh!.

Iya memang tidak mudah. Tidak semudah yang saya kira dulu apalagi kalau kita perempuan bekerja. Tapi juga tidak sesulit yang kita bayangkan asalkan kita mau mencari informasi yang benar. Dan trial and error. So what kalau membuat kesalahan. So what kalau harus minta bantuan susu formula sementara. Itu bukan dosa!. What’s more important is that we learn from our mistakes. And mistakes, are the best things that can happen to make us remember those things the most for a better future.

Dan, yang penting niat!. Saya percaya bahwa kalau kita sudah berniat akan lakukan sesuatu yang positif, the universe will move around us to make it happen. Serius!. Saya sudah buktikan ini dalam banyak hal…hehehe…sok spiritualis ceritanya neh :D

Anyway. Breastfeeding is (not) easy, but it is NOT DIFFICULT either :-) 

(R I R I) 

Bayangkan

Saat saya menulis ini, Indonesia sedang mengalami badai kedua (atau bahkan ketiga?), yang mengakibatkan naiknya kasus dan tingkat kematian, ...

Popular Posts